PSI Muat Iklan Polling Kabinet Jokowi Disebut Start Kampanye

 PSI Muat Iklan Polling Kabinet Jokowi Disebut Start Kampanye

Puadi bersama Ketua Bawaslu DKI Jakarta Muhammad Jufri saat melakukan klarifikasi pada PSI di Kantor Bawaslu DKI, Sunter Jakarta Utara, Rabu (2/5/2018) kemarin

JAKARTA – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi DKI Jakarta telah menemukan indikasi kuat terkait pelanggaran iklan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang dimuat di surat kabar Harian Jawa Pos pada 23 April 2018 lalu.

Iklan itu terindikasi melanggar aturan kampanye karena menampilkan logo dan nomor urut partai di luar jadwal kampanye sebagai citra diri peserta pemilu 2019 serentak tahun depan.

“Kami menganggap ada dugaan indikasi pidana. Makanya sedang kami telusuri,” kata Ketua Divisi Hukum dan Penanganan Pelanggaran Bawaslu DKI Jakarta Puadi pada wartawan, Kamis (3/5/2018).

Puadi berpendapat, PSI telah menampilkan alternatif calon wakil presiden dan kabinet menteri bagi Presiden Joko Widodo di Pemilihan Presiden 2019 mendatang.

Puadi menyebutkan, iklan PSI itu tidak akan dianggap melanggar peraturan pemilu diluar jadwal kampanye jika hanya menampilkan foto presiden, alternatif calon wakil presiden, dan menteri menurut polling PSI tanpa memuat nomor urut dan logo partai.

Puadi yang juga mantan Ketua Panwaslu Jakarta Barat itu menyampaikan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Pemilu, Bawaslu yakin telah menemukan indikasi pelanggaran pidana pada iklan PSI.

Puadi pun berjanji akan menyerahkan masalah ini kepada Bawaslu RI untuk diproses di Sentra Penegakan Hukum Terpadu.

“Pada seluruh partai, kami imbau tidak melakukan hal demikian (mencuri start kampanye),” katanya.

Selain PSI, Bawaslu DKI juga menemukan pelanggaran yang dilakukan oleh. Partai Amanat Nasional (PAN).

“Pada tanggal 23 April 2018, kami menemukan iklan PSI di media cetak Jawa Pos. Kemudian tanggal 24 April ada lagi tak hanya PSI tapi iklan dari Partai Amanat Nasional (PAN) juga,” kata Puadi.

Baginya, PAN pun sama telah dianggap oleh Bawaslu DKI telah melakukan pelanggaran dengan memasang iklan barisan calon legislatif yang akan maju tahun 2019. Selain itu, iklan logo partai dan nomor urut partai juga tercantum dalam iklan tersebut.

“Iklan PAN, hanya memang objeknya. Tapi PSI ini alternatif cawapres, tapi untuk PAN itu menghadirkan caleg-caleg. Nah ini kita menunggu undangan yang ketiga. Kita akan cross check,” ujarnya.

Panggilan ketiga tersebut, menurut Puadi segera diberikan setelah dua panggilan sebelumnya tidak mendapatkan respons yang baik. Puadi juga menyampaikan, Bawaslu DKI masih punya waktu yang cukup panjang untuk meminta klarifikasi dari PAN.

“Jadi kalau (berdsarkan UU Pilkada) Nomor 10 tahun 2016, kita mempunyai waktu tiga hari ketika dibutuhkan keterangan tambahan, tambah dua hari. Kalau sekarang kita punya waktu 14 hari, masih ada waktu,” ungkap Fuadi.

Pemanggilan PAN untuk ketiga kalinya, kata Puadi, sebagai bentuk keadilan yang dilakukan oleh Bawaslu kepada setiap parpol yang melanggar aturan. Dari hasil panggilan itu, pihaknya akan mengkaji apakah ada pelanggaran atau tidak terkait penerbitan iklan tersebut.

“Pemanggilan PAN yang ketiga dalam rangka proses penelusuran ini. Kita menganggap ada dugaan indikasi pidana, makanya sedang dalami kita telusuri sampai dimana kita temukan bukti-buktinya. Kemudian kita sampaikan ke bawaslu RI,” tutupnya.

PSI telah memenuhi panggilan Bawaslu DKI Jakarta terkait adanya dugaan iklan kampanye. Pihak PSI tidak membantah terkait iklan tersebut.

“Kita melakukan klarifikasi awal tentang iklan kita yang mengiklankan cawapres dan kabinet Indonesia kerja jilid kedua. Kita memberikan keterangan. Kita mengakui itu iklan kita yang pasang, nggak mungkin nggak,” kata juru bicara PSI Komaruddin kepada wartawan di kantor Bawaslu DKI, Jalan Danau Agung Sunter, Jakarta Utara, Rabu (2/5/2018) kemarin.

Komaruddin menjelaskan pihaknya belum bisa memastikan apakah pemasangan iklan itu dikategorikan sebagai pelanggaran pemilu atau tidak. PSI juga tetap mengkaji terkait aturan pemilu 2019 sesuai UU Nomor 7 Tahun 2017.

“Cuma itu dikualifikasikan melanggar atau tidak, itu akan dikaji lebih lanjut oleh Bawaslu pusat. Mereka hanya minta keterangan dari kita, nanti Bawaslu pusat yang mengkaji,” imbuhnya. (HMS)

Facebook Comments Box