Quo Vadis Jalur Gaza Setelah Todongan Perdamaian dari Trump untuk Hamas

Seperti diberitakan, bahwa Hamas kini telah menyerahkan kewenangan wilayah Jalur Gaza kepada pemerintahan baru tanpa Hamas yang dibidani oleh Amerika Serikat dengan dukungan beberapa negara Arab, Eropa dan secara unik, terselip Indonesia di bawah pemerintahan Prabowo.
Bukan hanya itu, Hamas juga akan dilucuti haknya mempersenjatai diri dan akan dihancurkan infrastruktur pertahanan bawah tanahnya dalam menghadapi Israel secara asimetris seperti selama ini. Apakah hal ini berarti bahwa Hamas telah menyerah dan gulung tikar? Hanya Hamas-lah yang tahu. Bahwa perjuangan mereka mempertahankan hak untuk hidup di tanah air mereka sendiri dari penindasan dan penjajahan Israel bukanlah perjuangan yang mudah dan biasa.
Kiranya pertimbangan utama Hamas bagaikan tiada pilihan dari dilema situasi yang mereka hadapi, antara ke arah kemusnahan wilayah dan penduduk, penghancuran oleh Israel yang tanpa bisa dihentikan kecuali oleh Amerika Serikat, dan pada saat yang sama, todongan proposal perdamaian yang berat sebelah yang diajukan oleh Trump dengan menyuruh Mesir sebagai “panitia lokal” guna mengkoordinir negara-negara pendukung proposal AS tersebut untuk menyeret negara-negara tersebut menanggung bersama konsekwensi pasca perang sekaligus bagi Amerika, merapatkan barisan negara-negara pro Amerika dalam.menghadapi pesaing Amerika seperti China dan Rusia.
Dari gambaran tersebut, masa depan Gaza masih jauh dari kepastian, tapi tujuan Israel untuk menyingkirkan dan melucuti kekuatan Hamas di Jalur Gaza malah telah tercapai melalui tangan pemaksaan Amerika atas nama perdamaian.
Sedikit polanya mirip dengan pemecahan perang Aceh dengan Indonesia dimana senjata-senjata GAM dimusnahkan, walaupun tidak sepenuhnya sama. Tinggal bagaimana orang-orang Hamas dapat membentuk lembaga dan organisasi baru dalam rangka menghadapi masalah yang terjadi di Jalur Gaza pasca perang dan kemungkinan pembangunan kembali Jalur Gaza oleh negara-negara yang ikut serta di Mesir tersebut.
Mungkin bagi Hamas, memilih strategi baru pasca perang dengan terlibat langsung di lapangan dalam pembangunan kembali infrastruktur Jalur Gaza lebih mendesak daripada berperang terus. Hal ini tergantung sikap dan tindakan Israel sendiri dalam membiarkan Jalur Gaza dibangun ulang. Rasanya memang penuh perjudian nasib bagi Hamas mengingat Israel terkenal sebagai tukang ingkar janji dan tidak bisa diandalkan omongannya.
Namun bagaimanapun ditinjau dari sudut kepentingan rakyat Palestina, situasi jeda perang sehingga memungkinkan mereka kembali ke rumah-rumah mereka semula ketimbang terus di pengungsian, adalah jauh lebih baik. Apalagi jika ada prospek betulan Jalur Gaza dibangun kembali dan bukan di bawah kontrol langsung Israel, karena Israel telah mundur, maka hal itu jauh lebih berharga.