Rifqinizamy Karsayuda soal Putusan MK Pisahkan Pemilu Nasional dan Daerah: MK Telah Menjatuhkan Dirinya…

JAKARTA – Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai NasDem Rifqinizamy Karsayuda dikenal sangat tegas dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) telah memetapkan Pemilu Nasional dan Pemilu Nasional dipisahkan. Bahkan Rifqi menyebut telah menjatuhkan dirinya sendiri di depan masyarakat Indoensia.
“Tiba-tiba mahkamah (MK) ini telah men-downgrade dirinya dari yang harusnya hanya menilai satu norma undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945, apakah bersifat konstitusional atau inkonstitusional, menjadi mahkamah yang membentuk norma,” kata Rifqi kepada wartawan, Jakarta, Senin, (7/7/2025).
Dengan tegas, Presidium MN KAHMI sekaligus Ketua DPP Partai NasDem itu menilai MK telah melampaui kewenangannya. Padahal, tugas DPR dan pemerintah dalam membentuk norma melalui undang-undang.
“Kemudian mengambil alih dalam tanda kutip tugas konstitusional kami, Presiden dan DPR, untuk membentuk norma,” ucap Rifqi.
Di sisi lain, saat ini NasDem sudah menyatakan sikap bahwa putusan MK telah melanggar Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. NasDem, kata Rifqi, sejatinya ingin menegakkan prinsip-prinsip konstitusionalitas.
“Posisi saya sebagai anggota fraksi NasDem, di luar posisi saya sebagai Ketua Komisi II DPR RI adalah ingin menegakkan prinsip-prinsip konstitusionalitas itu,” ujar Rifqi.
Rifqi mengungkapkan, terkait putusan MK itu kalangan DPR kekhawatiran dengan menunggu arahan dari pimpinan DPR terkait langkah tindak lanjut atas putusan kontroversial tersebut.
“Komisi II menunggu putusan dan arahan dari pimpinan DPR. Kalau kami nanti yang diminta untuk melakukan pembahasan, silakan. Pembahasan pasti bersifat terbuka, dan saya pastikan akan memenuhi prinsip meaningful participation,” ucapnya.
Meski belum ada keputusan formal, Rifqinizamy mengaku risau dengan putusan MK soal pemilu tersebut. Menurutnya, pembahasan model kepemiluan idealnya dilakukan sebelum pesta demokrasi berlangsung, bukan setelahnya. Lebih lanjut, Rifqi menyoroti posisi MK yang menurutnya telah melampaui batas kewenangan konstitusional. Ia menyatakan MK seharusnya hanya menilai konstitusionalitas norma dalam undang-undang, bukan justru membuat norma baru.
“Katanya DPR diberikan kewenangan sebagai pembentuk undang-undang dalam konteks open legal policy. Tapi tiba-tiba Mahkamah men-downgrade dirinya, dari yang seharusnya hanya menguji norma, menjadi pembentuk norma itu sendiri,” tegasnya.