Serukan Perlawanan terhadap Oligarki SDA
Oleh: Fathan Putra Mardela, Ketua Umum HMI Cabang Bogor/ Mahasiswa S2 Manajemen Pembangunan Daerah IPB
Diskursus mengenai pengelolaan sumber daya alam (SDA) tidak dapat dilepaskan dari pertanyaan mendasar tentang arah pembangunan nasional dan posisi kedaulatan bangsa. Di tengah berbagai upaya penegakan hukum dan pembenahan regulasi, pengelolaan SDA perlu terus dievaluasi secara kritis agar benar-benar berpijak pada kepentingan publik serta selaras dengan amanat konstitusi.
Dalam kerangka tersebut, Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bogor menekankan pentingnya menempatkan isu SDA dalam perspektif tata kelola dan kedaulatan nasional. Ia menilai bahwa persoalan mendasar yang perlu mendapat perhatian serius adalah dominasi oligarki sumber daya alam, yakni kondisi ketika penguasaan SDA terkonsentrasi pada segelintir pelaku ekonomi, sehingga berpotensi mengaburkan peran negara dalam menjamin pemanfaatan SDA bagi kepentingan masyarakat luas. Dominasi oligarki SDA kerap berlangsung melalui mekanisme yang secara administratif tampak legal, seperti konsesi berskala besar, izin jangka panjang, serta relasi ekonomi-politik yang tidak seimbang. Dalam praktiknya, pola ini mendorong terjadinya konsentrasi penguasaan sumber daya, sementara negara secara bertahap kehilangan kendali substantif atas kekayaan alamnya sendiri. Dampaknya bersifat sistemik, mulai dari kerusakan ekologis, konflik agraria yang berulang, hingga ketimpangan pembangunan antarwilayah.
Penyerahan Rp6,6 triliun dana denda pelanggaran kawasan hutan yang baru-baru ini diberitakan patut diapresiasi sebagai bagian dari upaya penegakan hukum. Namun demikian, perlu ditegaskan bahwa angka tersebut baru menyentuh lapisan permukaan persoalan. Masih terdapat berbagai permasalahan lain yang belum sepenuhnya terungkap ke ruang publik dan memerlukan penelusuran serta tindak lanjut yang lebih mendalam dan komprehensif.
Sebagai mahasiswa Magister (S2) Manajemen Pembangunan Daerah IPB, ia memandang bahwa persoalan utama pengelolaan SDA di Indonesia bukan semata persoalan pelanggaran hukum, melainkan struktur penguasaan yang timpang. Ketika SDA terkonsentrasi pada segelintir elite ekonomi, daerah penghasil kehilangan manfaat optimal, kapasitas fiskal daerah melemah, dan masyarakat lokal tidak memperoleh nilai tambah yang sepadan. Sebaliknya, beban sosial dan ekologis justru diwariskan dalam jangka panjang.
Kondisi tersebut secara nyata bertentangan dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, yang menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pasal ini harus dipahami sebagai fondasi kedaulatan ekonomi dan politik bangsa. Ketika penguasaan SDA terlalu terkonsentrasi pada oligarki, maka prinsip kedaulatan tersebut berpotensi tereduksi secara struktural.
Oleh karena itu, penegakan hukum di sektor SDA tidak boleh berhenti pada pendekatan administratif dan sanksi finansial semata. Diperlukan pembenahan tata kelola yang lebih menyeluruh, termasuk evaluasi izin secara sistematis, pengendalian konsentrasi konsesi, serta penguatan peran negara dalam memastikan keberlanjutan lingkungan dan keadilan sosial bagi masyarakat.
HMI memandang bahwa kritik terhadap oligarki SDA tidak dapat disamakan dengan sikap anti-investasi. Sebaliknya, kritik ini dimaksudkan untuk menempatkan investasi dalam kerangka konstitusi dan kepentingan nasional, sehingga aktivitas ekonomi di sektor SDA benar-benar berkontribusi pada pembangunan yang berdaulat, inklusif, dan berkelanjutan.
HMI Cabang Bogor menegaskan bahwa agenda kedaulatan SDA merupakan agenda strategis bangsa. Selama pembenahan hanya berhenti pada capaian-capaian simbolik dan belum menyentuh akar persoalan penguasaan SDA, maka risiko krisis ekologis, ketimpangan pembangunan, dan pelemahan kedaulatan akan terus berulang. Perlawanan terhadap oligarki SDA harus dimaknai sebagai bagian dari upaya menjaga arah pembangunan nasional dan kedaulatan bangsa sesuai amanat konstitusi.
