ULAR BERKEPALA DUA: Saat Lidah Tak Sejalan dengan Wajah

Oleh: Munawir Kamaluddin, Guru Besar UIN Alauddin Makassar, Sulawesi Selatan
Pernahkah engkau berbicara manis di hadapan seseorang, tapi di belakangnya kau robek kehormatannya?
Pernahkah engkau bersikap netral, padahal hatimu condong pada kepentingan tertentu yang tersembunyi?
Pernahkah engkau mengaku berpihak kepada kebenaran, padahal engkau hanya mencari aman dalam kemunafikan?
Apakah kita masih bisa disebut adil, jika keberpihakan kita kabur, terombang-ambing antara dua kutub, demi menyelamatkan kepentingan pribadi?
Jika hatimu bergetar mendengar pertanyaan ini, barangkali jiwa masih memiliki nyala nurani. Jika tidak, barangkali dua kepala sudah tumbuh di atas satu tubuhmu.
Makna Simbolik Ular Berkepala Dua
“Ular berkepala dua” bukan sekadar hewan aneh dari dunia mitos. Ia adalah simbol bagi manusia yang hidup dalam ketidakjujuran, kepura-puraan, dan ketidakjelasan sikap.
Ia tidak jujur kepada siapa pun, bahkan kepada dirinya sendiri.
Ia menjadi teman bagi dua musuh, dan musuh bagi dua sahabat. Ia hidup dengan satu tubuh, tapi dua mulut yang saling bertentangan.
Munafik: Luka Sosial yang Merusak dalam Senyap
Rasulullah SAW.bersabda:
تَجِدُونَ شَرَّ النَّاسِ ذَا الْوَجْهَيْنِ
“Kalian akan mendapati manusia terburuk adalah mereka yang memiliki dua wajah.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam hadits lain diriwayatkan:
إِنَّ مِنْ شَرِّ النَّاسِ مَنْ يُكْرِمُهُ النَّاسُ اتِّقَاءَ شَرِّهِ
“Sesungguhnya termasuk manusia paling buruk adalah yang dihormati orang lain karena takut akan kejahatannya.”(HR. Bukhari)
Ular berkepala dua adalah mereka yang berpura-pura adil, padahal menyimpan kepentingan.
Ia menampilkan wajah toleran, padahal sedang mengatur siasat untuk menjerat.
Ia membela A di depan A, dan membela B di depan B, lalu menyelamatkan dirinya di antara mereka berdua.
Ketika Keberpihakan Kabur, Keadilan Terkubur
Al-Qur’an menegaskan pentingnya keberpihakan yang jelas dan jujur:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَىٰ أَنفُسِكُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, sekalipun terhadap dirimu sendiri.”
(QS. An-Nisā’: 135)
وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ
“Dan janganlah kamu campuradukkan yang benar dengan yang batil, dan jangan kamu sembunyikan kebenaran padahal kamu mengetahuinya.”
(QS. Al-Baqarah: 42)
Ular berkepala dua hidup dalam ayat ini. Ia mencampuradukkan, ia sembunyikan kebenaran demi kenyamanan pribadi.
Ciri-ciri Berkepala Dua:
1. Tidak Jelas Keberpihakannya
Hari ini bersama kelompok A, besok bersama kelompok B. Ia takut kehilangan akses, takut tak punya tempat. Maka ia jadi kawan semua orang, tapi tak setia kepada siapa pun.
2. Berwajah Ramah, Berlidah Tajam
Ia menyapa dengan senyum, tapi menyusun fitnah dalam diam. Ia memeluk dengan tangan kanan, namun menyiapkan racun di tangan kiri.
3. Pura-Pura Netral, Padahal Penuh Kepentingan
Ia mengaku moderat, padahal penakut. Ia mengaku bijak, padahal pengecut. Ia mengaku tengah, padahal sebenarnya oportunis.
Mengapa Seseorang Bisa Menjadi Seperti Itu?
1. Ketakutan Kehilangan Posisi
Orang bermuka dua seringkali dilahirkan dari ketakutan: takut kehilangan jabatan, takut tak disukai, takut dikecam.
2. Hasrat Duniawi yang Berlebihan
Ambisi dunia membuat mereka siap menjadi siapa saja, asalkan tujuannya tercapai. Bahkan jika harus mengkhianati kawan, menggadaikan prinsip, dan membelah lidah.
3. Tidak Percaya Diri dalam Memegang Kebenaran
Ia tidak yakin pada nilai yang dipegang. Maka ia mencari aman dengan membenarkan semua pihak. Ia bukan bijak, ia bingung, dan membingungkan.
Solusi: Kembali kepada Ketegasan Nurani dan Keberanian Moral
1. Bersikap Jujur, Sekalipun Menyakitkan
وَقُلِ الْحَقَّ مِنْ رَبِّكُمْ
“Katakanlah kebenaran itu dari Tuhanmu.”(QS. Al-Kahfi: 29)
2. Tegas dalam Prinsip, Lembut dalam Akhlak
Imam Syafi’i pernah berkata:
من استرضى الناس بسخط الله، وكله الله إلى الناس
“Barang siapa mencari keridhaan manusia dengan kemurkaan Allah, maka Allah akan menyerahkannya kepada manusia.”
3. Berani Memilih Jalan yang Lurus
فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ
“Maka tetaplah engkau pada jalan yang lurus sebagaimana diperintahkan.”(QS. Hud: 112)
Jangan Jadi Simbol Pengkhianatan
Ular berkepala dua bukan hanya simbol pengkhianat, tapi juga simbol kehancuran nilai.
Ia mungkin berhasil menyelamatkan diri dari satu konflik, tapi ia sedang menggali lubang untuk kejatuhan jiwanya sendiri.
Lebih baik jadi pohon yang berdiri tegar di tengah badai, daripada menjadi ilalang yang menari di mana angin bertiup, lalu patah tanpa arah ketika badai datang dari segala penjuru.
Maka karena itu , Islam mengajarkan kepada kita ummat Nabi Muhammad SAW. untuk tidak henti-hentinya bermunajat serta berdoa kepada Khaliq Rabbul Jalil agar diberi kekuatan dan Kesadaran agar senantiasa berada di jalur yang lurus dan bukan seperti ular berkepala dua.
اللَّهُمَّ اجعلْنا صادقينَ في أقوالِنا، مستقيمينَ في مواقفِنا، ولا تجعلْ فينا وجهًا لغير وجهِ الحقِّ والعدلِ.
“Ya Allah, jadikanlah kami orang-orang yang jujur dalam ucapan, teguh dalam sikap, dan jangan jadikan dalam diri kami wajah lain kecuali wajah kejujuran dan keadilan.”
Semoga tulisan ini menggugah, mencerahkan, dan menuntun kita untuk memilih wajah yang tunggal, wajah yang jujur, berani, dan berpihak pada kebenaran. Bukan karena kepentingan, tapi karena Allah Rabbul Alamin.
# Wallahu A’lam Bis-Sawab