‘Tiga Tahun Pemerintahan Jokowi-JK yang Sia-sia!’

 ‘Tiga Tahun Pemerintahan Jokowi-JK yang Sia-sia!’

Foto Bersama dengan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK)

Oleh: YANDRICO PUTRAMantan Ketua Umum HMI Cabang Jakarta

Tepat 3 tahun lalu pada 20 oktober 2014, rakyat Indonesia mempunyai presiden dan wakil presiden yang baru. Dilantik begitu meriah dan disambut suka cita oleh rakyat Indonesia.

Banyak harapan yang disematkan di pundak dan tangan seorang pemimpin yang sederhana tersebut. Apalagi dengan janji-janji kampanye yang sangat meyakinkan masyarakat akan bisa untuk mengurangi angka kemiskinan di negara kita yang kaya ini.

Presiden yang sederhana, telah memimpin republik ini selama 3 tahun, banyak kebijakan dan langkah-langkah yang telah diambil dan dilalui baik berdampak positif maupun negatif terhadap warganya. Kalau kita lihat dengan janji janji kampanyenya, mungkin kita bisa menilai apa yang telah ditepatinya.

Konsep nawacita untuk mewujudkan trisakti yang menjadi andalan dalam kampanye pasangan Jokowi-JK belum tersentuh sedikitpun, yakni berdaulat secara politik, mandiri dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.

Selama 3 tahun kepemimpinannya, hanya berjalan seperti biasa, tidak ada suatu hal yang membuat dia jadi istimewa, selain beberapa kartu sakti andalannya, dan pembangunan infrastruktur yang lebih maju dari pemerintah sebelumnya.

Apa yang sudah dijanjikan pada saat kampanye lalu merupakan satu bentuk komitmen yang harus dilaksanakan. Rakyat Indonesia tentu akan melihat dan menilai sejauh mana komitmen tersebut mampu diimplementasikan secara riil dan berkontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan.

Tapi dari segi pembangunan infrastruktur tersebut seperti tol lintas Sumatera, tol trans Sulawesi, pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung hanya mengakibatkan membengkaknya hutang negara.

Kalau kita cermati gagasan trisakti yang didengungkan saat kampanye mungkin terlihat sangat wah dan istimewa, tapi hanya sebatas ekspektasi semata. Mulai dari politik di Indonesia, bisa kita lihat dari pilkada akhir akhir ini, politik sudah masuk dalam lingkaran isu SARA dan menebar kebencian antar golongan. Tapi pemerintah bukannya absen atau diam, tapi ikut bermain di dalamnya, dengan membela pasangan calon yang sepemahaman yang di usung oleh partainya.

Dari segi ekonomi jumlah rakyat miskin bertambah, ‎saat ini ‎‎40 persen masyarakat golongan bawah mengalami tekanan dengan terus naiknya tarif dasar listrik, dan dicabutnya subsidi listrik untuk golongan 900 VA, pajak yang terus naik dan harga harga pokok yang tidak relatif stabil, sehingga harga kebutuhan pokok lain seperti pakaian dan perumahan mengalami kenaikan yang cukup signifikan.‎

Itu baru segelintir dari beberapa janji-janji Jokowi, belum lagi banyak banyak kesalahan yang telah dilakukan oleh Sang Presiden. Mulai dari kurang tahu sejarah bangsa seperti lahirnya Soekarno, perpres yang ditanda tangani tanpa dibaca, seolah-olah memang hanya sebatas petugas partai yang hanya ikut aturan dari beberapa kelompok bukan seorang presiden yang mengambil kebijakan.

Dan berperannya Luhut Binsar Panjaitan sebagai pengambil kebijakan yang tidak bisa diatasi oleh sang presiden yang mempunyai sosok sederhana tersebut.

Kebijakan yang diambil banyak melanggar aturan. Sebagai contoh sederhana dengan melanjutkan proyek pulau reklamasi tanpa ada kesepakatan dengan pemprov DKI, menangkap para ulama dan tokoh yang kritis terhadap pemerintah yang diduga maker tanpa ada bukti sedikitpun.

Dan masih banyak lagi PR Jokowi yang harus diselesaikan. Seperti korupsi yang semakin marak, pelanggaran HAM yang belum dituntaskan dan sering absennya negara disetiap ada keributan di masyarakat. Padahal salah satu point dalam konsep nawa cita yang digagas adalah “Memperteguh kebhinnekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui kebijakan memperkuat pendidikan kebhinnekaan dan menciptakan ruang-ruang dialog antar warga”. Namun peran pemerintah selalu tidak kelihatan dan akhirnya konsep tersebut hanya sebatas omong kossong belaka.

Sebagai pemimpin negara sewajarnya bisa mengatasi segala permasalahan yang dihadapi bangsa. Karena itu, ketika rakyat menyampaikan pendapat kritis tentu didasarkan pada upaya menuntut komitmen Jokowi-JK terhadap penuntasan masalah yang dihadapi rakyat. Selama tiga tahun memimpin Indonesia, Jokowi-JK masih terlihat gamang dengan komitmen yang ada.

Indikasinya tampak terlihat, baik dari kebijakan yang sudah diimplementasikan maupun baru berupa rencana strategis, sudah cukup membuat ketidaknyamanan secara masif.

Apakah mungkin dalam hal 2 tahun kedepan bisa pemerintah mencapai janjinya dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat? Kita lihat dan tunggu saja di sisa waktu yang ada. Tapi yang pada intinya sebagai refleksi 3 tahun kepemimpinan jokowi – JK bisa dikatakan bahwa “3 TAHUN JOKOWI – JK SIA SIA“ . []

 

Facebook Comments Box