‘Kinerja Pemerintah di Sektor Pertanian Lebih Buruk dari Sebelumnya’

 ‘Kinerja Pemerintah di Sektor Pertanian Lebih Buruk dari Sebelumnya’

Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin (foto: dpr.go.id)

JAKARTA – Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin menilai kinerja pihak pemerintah di sektor pertanian belum melakukan perubahan yang berarti dibandingkan sebelumnya. Kinerja pemerintah saat ini lebih buruk dalam menangani pertanian di Indonesia.

Bagi Andi Akmal, Kementerian Pertanian perlu bekerja keras agar capaiannya lebih baik lagi. Mengingat banyak pekerja rumah harus diselesaikan di sisa waktu akhir periode 2019.

Andi Akmal mengungkapkan, sejumlah persoalan yang harus dibenahi. Di antaranya terkait data informasi melalui teknologi satelit belum membuat perbaikan sektor pertanian dan pangan. Tak hanya itu, pengelolaan hutan dan perikanan belum juga terwujud.

“Di negara ini banyak menghadapi anomali kebijakan yang diputuskan oleh pemerintah. Dampak anomali kebijakan ini sangat mendominasi sektor pertanian, pangan dan perikanan. Ditambah, kebijakan pemerintah kerap kali mengecewakan masyarakat terutama kebijakan pangan yang sering melakukan impor maupun distribusi tata niaga hingga subsidi on farm maupun off farm,” Andi Akmal pada wartawan, Jakarta, Senin (02/7/2018).

Politisi PKS ini juga menyampaikan, kebijakan pemerintah terkait impor produk pangan dan perikanan, time line dilakukan belum matang. Sehingga, lanjutnya, saat menghadapi masa panen, barang impor dari luar negeri terus berdatangan.

“Empat tahun kinerja pemerintah Jokowi sering membuat kecewa masyarakat. Bahkan itu terus berlangsung berpuluh tahun, silih berganti para pemimpin mulai Presiden, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Bulog hingga BPS, tidak memberikan arah perbaikan bangsa ini menjadi lebih baik,” terang Andi Akmal.

Untuk itu, Andi Akmal meminta pada pihak pemerintah untuk menghindari impor pangan. Ia ingin tidak lagi anti impor. Ia percaya, pemerintah bisa mencegah impor pangan bisa dikendalikan.

“Saya berharap selama setahun terakhir ini, pihak pemerintah mampu menjalankan kebijakan pertanian dan pangan. Menurut saya, ini sangat penting karena menyangkut hajat hidup hampir 300 juta jiwa penduduk Indonesia,” terang politisi asal Dapil Sulsel II ini.

Seperti diketahii, awal tahun 2018 ini, masyarakat Indonesia dikejutkan dengan kenaikan harga beras, rencana impor beras sebagai solusi atas naiknya harga beras. Di sisi lain, kasus meninggalnya sejumlah balita akibat campak dan gizi buruk di kabupaten Asmat provinsi Papua.

Sejumlah kasus tersebut melengkapi gambaran ironi negara agraris yang mayoritas penduduknya adalah petani penduduk desa selaku produsen pangan.

Tentu Papua yang paling ironi. Selaku provinsi yang kaya akan kekayaan alam yang menyediakan sumber-sumber pangan yang berlimpah, justru selama bertahun-tahun dalam Atlas Kerawanan Pangan selalu berwarna merah. (HMS)

Facebook Comments Box