Variasi Dialek Betawi Jakarta: Lho, kok beda?

“Saya lahir dan besar di Cilandak Jakarta Selatan, dari tahun 1976 hingga 2000. Di situ saya akrab dengan bahasa dan budaya Betawi di lingkungan sekitar. Akan tetapi, mulai 2001, karena pekerjaan, saya pindah ke Ciputat Tangerang. Ciputat juga didominasi masyarakat yang berbahasa dan budaya Betawi.
Nah, di situ saya heran, kok kalau diperhatikan dialek Betawi Ciputat dengan Betawi Cilandak itu Berbeda dialeknya. Bagaimana dapat dijelaskan tentang perbedaan itu?”
Ungkapan keheranan itu merupakan pertanyaan salah seorang dosen peserta Peluncuran Buku dan Seminar Semiotika Budaya yang diselenggarakan oleh Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Nasional di Menara Unas Ragunan pada 1 Februari 2025.
Kesempatan itu, penulis menjadi salah satu nara sumber bersama Prof.Dr.Suyono Efendi, Prof. Fathu Rahman, dari Unhas Makasar, Dr. Tadjuddin editor buku, dimoderatori Iskandarsyah, PhD., dan tentunya ada pengantar sekaligus penggagas acara, Dekan FBS Unas, Dr. Somadi. Pada acara tersebut penulis mengulas tentang kontribusi bahasa dan budaya Betawi untuk Indonesia. Pertanyaan di atas tersebut nampaknya perlu diulas lebih lanjut untuk memperjelas pengategorian dialek Betawi.
Dialek Betawi merupakan salah satu dialek yang unik dan khas di Indonesia. Dialek ini digunakan oleh masyarakat Betawi yang tinggal di Jakarta dan sekitarnya. Secara umum dikenal ada dua jenis dialek Betawi, yaitu Dialek Betawi Tengah dan Dialek Betawi Pinggiran atau Betawi Ora. Akan tetapi, ada juga kombinasi keduanya, itulah dialek Betawi Jakarta pinggiran.
Kategori dialek Betawi. Pengategorian secara sosiolinguistik tentu mendorong kita memahami dulu secara singkat mengenai sosiolinguistik. Sosiolinguistik secara umum merupakan bidang ilmu yang mempelajari hubungan antara bahasa dan masyarakat. Dalam konteks ini, sosiolinguistik membantu kita memahami bagaimana dialek Betawi digunakan dalam konteks sosial dan budaya (Wardhaugh, 2010).
Secara sosiolinguistik, dilek Betawi dapat dibedakan, pertama, Betawi Tengah Jakarta ( di pusat Jakarta/ dekat Monas, seperti: Tanah Abang, Kemayoran, Kwitang, dll.). Kedua, Betawi Jakarta Pinggiran, daerah Jakarta yang berbatasan dengan penyangga Jakarta (berbatasan dengan Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi), seperti Pondok Rangon, Ragunan, Pasar Minggu, Pasar Jumat, Cilincing, dll.). Ketiga, Betawi Pinggiran Jakarta (Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi).
Betawi Tengah, dialeknya dipengaruhi Melayu Semenanjung, dialeknya berciri akhiran ‘-e’. Seperti : ape, kenape, ade dll. Betawi Jakarta Pinggiran, dialek berciri akhiran ‘-a’, seperti: apa-apa, kenapa, ada, biasa, dll. Dialek Betawi Jakarta Pinggiran ini dipengaruhi Betawi Tengah dan Betawi Pinggiran Jakarta. Betawi Pinggiran Jakarta, dipengaruhi dialek Betawi Jakarta Pinggiran dan bahasa sekitarnya, seperti bahasa Jawa, Sunda, dan Banten (bahasa Jawa Banten dan Sunda Banten). Dialek Betawi Pinggiran Jakarta ini berciri akhiran ‘-a’, ‘-ah’, dan pilihan kata ‘ora’ untuk menggantikan kata ‘gak’, ‘enggak’, ‘kagak’. Betawi Bekasi dan Parung misalnya menggunakan kata ‘ora’. Betawi Depok biasanya menggunakan kata ‘enggak’ atau ‘kagak’. Betawi Bogor ada yang menggunakan kata ‘ora’ juga ada yang ‘enggak’/ ‘kagak’. Adapun Betawi pesisir pantai menggunakan akhiran ‘-ah’, seperti apah, napah, dst.
Dialek Betawi Tengah merupakan dialek yang digunakan oleh masyarakat Betawi yang tinggal di pusat kota Jakarta. Dialek ini memiliki karakteristik yang unik, seperti penggunaan kata-kata yang lebih formal dan struktur kalimat yang lebih kompleks (Kridalaksana, 2008).
Dialek Betawi Pinggiran atau Betawi Ora merupakan dialek yang digunakan oleh masyarakat Betawi yang tinggal di pinggiran kota Jakarta. Dialek ini memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan dialek Betawi Tengah, seperti penggunaan kata-kata yang lebih informal dan struktur kalimat yang lebih sederhana (Suhardi, 2012).
Perbedaan Dialek Betawi Tengah dengan Dialek Betawi Pinggiran dapat dilihat dari beberapa aspek, seperti penggunaan kata. Dialek Betawi Tengah lebih banyak menggunakan kata-kata formal, sedangkan Dialek Betawi Pinggiran lebih banyak menggunakan kata-kata informal. Struktur kalimat, dialek Betawi Tengah memiliki struktur kalimat yang lebih kompleks, sedangkan dialek Betawi Pinggiran memiliki struktur kalimat yang lebih sederhana. Halini ditengarai dipengaruhi oleh factor sosial-ekonomi masyarakatnya.
Faktor sosial-ekonomi mempengaruhi perbedaan dialek antara dialek Betawi Tengah Jakarta, Betawi Jakarta Pinggiran, dan dialek Betawi Pinggiran Jakarta. Masyarakat Betawi yang tinggal di pusat kota Jakarta memiliki latar belakang sosial-ekonomi yang lebih baik dibandingkan dengan masyarakat Betawi yang tinggal di pinggiran Jakarta. Masyarakat Betawi Tengah banyak berprofesi sebagai pedagang/ pebisnis dan birokrat, sedangkan masyarakat Betawi Pinggiran Jakarta dan Jakarta Pinggiran banyak yang Bertani/ berkebun, beternak, dan pekerjaan informal lainnya. Adapun faktor Pendidikan, secara umum orang Betawi yang tinggal di pusat kota Jakarta dan Jakarta pinggiran, biasanya memiliki akses pendidikan yang lebih baik dibandingkan dengan orang Betawi yang tinggal di pinggiran kota Jakarta/ penyangga Jakarta.
Walaupun begitu, pesatnya kemajuan di pingiran Jakarta berupa banyaknya berdiri pusat industri, pusat bisnis, dan berbagai perumahan elit, tentu membuat kondisi sosial-ekonomi masyarakat Jakarta dan sekitarnya menjadi berubah secara signifikan. Aspek sosial-ekonomi Masyarakat Betawi di Tengah Jakarta, Jakarta Pinggiran, dan Pinggiran Jakarta tidak lagi dapat dibedakan secara nyata. Banyaknya perumahan elit di Jakarta pinggiran,yaitu masih wilayah Jakarta, tetapi berbatasan dengan kota/wilayah penyangga Jakarta dan di pinggiran Jakarta, yaitu wilayah penyangga Jakarta, dikenal sebagai Bodetabek, mengakibatkan Tingkat sosial ekonomi mereka menjadi lebih baik, bahkan di antaranya melebihi masyarakat Betawi Tengah Jakarta.
Dialek Betawi Tengah Jakarta, Betawi Jakarta Pinggiran, dan Betawi Pinggiran Jakarta memiliki perbedaan yang jelas dalam hal penggunaan kata dan struktur kalimat. Perbedaan ini dapat dipahami melalui perspektif sosiolinguistik, yang membantu kita memahami bagaimana bahasa digunakan dalam konteks sosial dan budayanya. Walaupun demikian, perubahan sosial-ekonomi masyarakat Jakarta yang terus membaik dan berkembang pesat, meniscayakan juga terjadinya perubahan pengategorian variasi dialek Betawi Jakarta dan sekitarnya.
Jakarta, 3 Februari 2025
Erfi Firmansyah/ Pengamat Bahasa dan Budaya UNJ