Refleksi Kaum Pesantren yang Umumnya Buta Apa Itu Kapital, Bagaimana Kapital Dikumpulkan, Bagaimana Kapital Dioperasikan, dan Bagaimana Dampak Kapital dalam Mengeksploitasi Alam, Manusia dan Sejarah

Ini adalah caratan gamblang pada tahun 1909, bagaimana kapital dari Amesterdam membombardir Silungkang, Sumatera Barat, di tengah kolonialisme Belanda lagi berada pada puncaknya.
Mari simak baik-baik hal ini. Saat kaum pesantren tenggelam dalam Nahwu Shorof, Belanda dengan leluasa memaksimalkan akumulasi kapitalnya. Operasi kapital inilah yang menjadi tulang punggung kolonialisme saat itu. Anehnya hingga saat ini, perkara operasi kapital masih tetap asing di telinga dan pikiran kaum pesantren. Karena operasi kapital yang dahsyat itu belum pernah terjadi di masa kuno saat ilmu fikh ditulis oleh para imam madzhab. Operasi kapital merupakan hasil sejarah modern karena faktor-faktor revolusi industri yang hanya terjadi di Eropa di masa silam. Padahal operasi kapital ini menentukan nasib mereka dalam ekonomi, politik hingga budaya.
Mari kita simak catatan masa silam yang masih terus penerapannya ditiru hingga dewasa ini.
….
“Dari Amsterdam ke Silungkang: Konsesi Tambang Emas yang Tak Pernah Tergarap”
Pada awal abad ke-20, di tengah gairah besar eksploitasi sumber daya di Hindia Belanda, sebuah perusahaan baru lahir dari pusat modal di Eropa: Mijnbouw-Maatschappij “Siloengkang”, perusahaan tambang yang berjanji membuka lembaran baru dalam pencarian emas di pedalaman Sumatra Barat.
Berdasarkan iklan yang terbit pada Senin, 8 Februari 1909, Tuan G. J. Mijnarends mengumumkan akan menawarkan di bursa sejumlah terbatas saham perusahaan ini, dengan nilai nominal ƒ100 (gulden) per lembar.
Harga penerbitan pertama ditetapkan sebesar 100 persen dari nilai nominal.
Untuk sementara waktu, dewan direksi akan menerbitkan tanda terima sementara (kwitansi) yang nantinya dapat ditukar dengan saham definitif segera setelah pengumuman resmi dilakukan.
Penyerahan tanda terima ini diperkirakan berlangsung dalam waktu sekitar 14 hari, dan pencatatan resmi saham akan diajukan kepada Vereeniging voor den Effectenhandel (Asosiasi Perdagangan Efek).
Struktur Perusahaan dan Modal Awal
Menurut prospektus perusahaan, Naamlooze Vennootschap (N.V.) Mijnbouw-Maatschappij “Siloengkang” akan didirikan di Amsterdam dengan modal dasar sebesar ƒ1.000.000, terbagi atas 10.000 saham, masing-masing bernilai ƒ100.
Dari jumlah itu, 5.000 saham pertama senilai ƒ500.000 akan diterbitkan terlebih dahulu.
Sebagai komisaris, ditunjuk sejumlah tokoh terkemuka:
K. H. H. van Bennekom, mantan anggota firma Van Houten Steffan & Co., Padang dan ’s-Gravenhage;
Mr. W. A. Engelbrecht, mantan anggota Raad van Nederlandsch-Indië (Dewan Hindia Belanda), ’s-Gravenhage;
J. A. H. Joosten, mantan komisaris Mijnbouw-Maatschappij “Redjang Lebong”, ’s-Gravenhage.
Sebagai direktur utama, diangkat Jhr. Dr. C. Sandl Sandberg, seorang ahli geologi ternama yang untuk sementara berdomisili di Arnhem.
Sementara itu, firma Van Houten Steffan & Co. di Padang ditunjuk sebagai perwakilan perusahaan di wilayah Hindia Belanda.
Konsesi tambang “Siloengkang” sendiri diberikan berdasarkan Keputusan Pemerintah tertanggal 11 April 1908, dengan jangka waktu 75 tahun berturut-turut.
Kawasan konsesi ini telah dipetakan secara topografis dan mencakup 747 hektare, dengan biaya tetap tahunan sebesar ƒ186,75, sedangkan cukai dan pajak hasil tambang mengikuti ketentuan Undang-Undang Pertambangan yang berlaku.
Wilayah konsesi tersebut terletak di Afdeling Tanah Datar, bagian dari Residensi Padangsche Bovenlanden, di bawah pemerintahan Sumatra’s Westkust (Pantai Barat Sumatra).
Tambang Lama dan Penyelidikan di Siloengkang
Tambang-tambang pribumi lama—yang sebagian besar berada di sisi barat Lembah Loento, pada ketinggian sekitar 200 hingga 250 meter di atas permukaan Sungai Loento—terdiri atas sebuah terowongan dan beberapa galian terbuka.
Keberadaan tambang-tambang kuno inilah yang menjadi dasar diajukannya permohonan izin penelitian geologi dan pertambangan di kawasan tersebut.
Setelah beberapa kali dilakukan kunjungan lapangan, sampel bijih seberat 1.000 kilogram dikirim ke Batavia untuk dianalisis oleh Dinas Pertambangan.
Hasil pengujian menunjukkan kandungan emas 21,4 gram dan perak 56,6 gram per ton (1.000 kg).
Berdasarkan hasil yang menjanjikan itu, insinyur tambang Frank H. Dixon melakukan penyelidikan lebih lanjut. Laporan lengkapnya diterjemahkan sebagai berikut:
Laporan Insinyur Tambang F. H. Dixon
Urat kuarsa (quartz vein) terpenting yang sejauh ini ditemukan di wilayah konsesi dikenal dengan nama “Lobang Antoe”.
Pada urat inilah, menurut laporan, kegiatan penambangan besar-besaran telah dilakukan sejak masa lampau.
Ditemukannya sejumlah besar batuan kuarsa di lereng bukit—tepat di bawah lokasi tambang lama, di sisi barat Lembah Loento, pada ketinggian 200–250 meter di atas sungai—mengarah pada penemuan kembali urat tersebut.
Tambang lama itu terdiri atas satu terowongan dan beberapa lubang galian terbuka. Setelah dilakukan pembersihan dan penggalian ulang, ditemukan urat kuarsa yang mengandung emas bebas (free gold) serta pirit (pyrites) dalam jumlah banyak.
Urat ini berada di dalam batuan diabas dan memanjang dari timur laut ke barat daya dengan kemiringan 25 derajat.
Pembukaan telah dilakukan sepanjang 15 meter, dengan ketebalan urat antara 20 hingga 30 sentimeter. Dari penampilannya, urat ini tampak semakin melebar ke arah kedalaman—lebih menonjol dibandingkan sebagian besar urat lainnya di wilayah sekitar.
Batuan kuarsa tersebut mengandung emas bebas yang kemungkinan terbentuk akibat proses oksidasi pirit.
Analisis bijih menunjukkan kadar logam mulia sebagai berikut:
Emas: 6,8 gram per 1.000 kg bijih
Emas: 15,4 gram per 1.000 kg bijih
Perak: 20,4 gram per 1.000 kg bijih
Perak: 24,0 gram per 1.000 kg bijih
Dari data itu disimpulkan bahwa penambangan dapat memberikan keuntungan apabila terbukti bahwa lapisan bijih tersebut berlanjut lebih dalam dan lebih panjang.
Rencana berikutnya adalah membuat tingkat penggalian baru sekitar 15 meter di bawah tambang yang ada, pada posisi paling menguntungkan.
Karena diperkirakan urat tersebut akan dijumpai pada kedalaman sekitar 25 meter, sementara penggalian saat ini baru mencapai 13 meter, maka diperlukan tambahan penggalian sejauh 12 meter lagi.
Kondisi Teknis dan Potensi Penambangan
Letak urat pada ketinggian 200 meter di atas permukaan Sungai Loento memberi keuntungan besar:
pengambilan bijih dapat dilakukan dengan mudah selama bertahun-tahun, tanpa perlu melakukan penambangan dalam (deep mining) melalui sumur vertikal.
Penambangan dapat dikerjakan melalui tingkat-tingkat horizontal, seperti yang telah dibuat saat ini.
Bijih bisa diangkut ke pabrik penghancur (stamper battery) melalui jalur trem menuruni lereng bukit, atau menggunakan jalur luncur kayu (chute) yang memanfaatkan gravitasi.
Lokasi pabrik penggilingan (molen) direncanakan di dekat Sungai Loento, di mana tersedia lahan luas dan pasokan air yang mencukupi untuk menggerakkan mesin sepanjang tahun.
Penyelidikan Aluvial dan Potensi Tambahan
Berbagai penyelidikan terhadap endapan aluvial dan dasar sungai menunjukkan bahwa penambangan di sana tidak akan menguntungkan, karena kandungan emasnya terlalu rendah.
Namun temuan ini justru memberi petunjuk penting:
emas di sungai memiliki karakter berbeda dari emas pada urat yang sudah dikenal, yang berarti masih terdapat sumber emas baru di bagian hulu Lembah Loento, di atas desa bernama sama.
Dengan demikian, penyelidikan lanjutan sangat diperlukan karena wilayah konsesi belum sepenuhnya dipetakan dan dieksplorasi.
Catatan dari Direksi Perusahaan
Pihak direksi menambahkan:
> Lokasi konsesi ini berada sangat dekat dengan jalur kereta api Padang–Ombilin, hanya sekitar 8 kilometer dari ladang batubara Ombilin yang penting.
Di sini tersedia semua faktor yang memungkinkan eksploitasi dan pengolahan bijih dengan biaya sangat rendah.
Hambatan besar yang biasa dihadapi tambang-tambang emas di Sumatra—seperti di Redjang Lebong, Simau, dan Ketaboen—tidak dijumpai di Siloengkang.
Biaya pembangunan dan pemeliharaan jalan, serta transportasi bahan dan peralatan yang di daerah lain menelan biaya besar, dapat diminimalkan di wilayah ini, karena seluruh pengangkutan dari Pelabuhan Emmahaven (Padang) menuju wilayah konsesi dapat dilakukan sepenuhnya melalui jalur kereta api.
Dengan demikian, eksplorasi lebih luas—yang sekaligus menjadi tahap persiapan eksploitasi—dapat dilakukan lebih intensif dengan modal relatif kecil.
Namun direksi menilai bahwa dana cadangan sebesar ƒ200.000 tetap diperlukan untuk menjamin kelancaran operasi.
Pengadaan mesin pengolahan dan ekstraksi bijih tentu akan menuntut tambahan modal di masa mendatang.
Apabila penerbitan saham baru dilakukan, pemegang saham lama akan memperoleh hak prioritas untuk membelinya dengan harga yang ditetapkan dewan direksi.
Nilai kontribusi konsesi ditetapkan sebesar ƒ300.000, dibayar sebagian tunai dan sebagian dalam bentuk saham, sehingga tersisa modal kerja bersih sebesar ƒ200.000.
Pembagian keuntungan ditetapkan sebagai berikut:
– 6% pertama dari laba diberikan kepada pemegang saham berdasarkan modal yang beredar;
– Dari sisa laba, 5% untuk direktur, 10% untuk komisaris, 15% untuk dana cadangan, dan 70% sisanya untuk pemegang saham.
Akhir Sebuah Janji
Segala rencana besar itu terdengar menjanjikan—modal besar, perhitungan matang, dan lokasi strategis di jantung Sumatra Barat. Namun sejarah mencatat, tambang emas Siloengkang tak pernah benar-benar tergarap.
Ia tinggal sebagai jejak ambisi kolonial yang tertulis rapi di kertas prospektus, namun tak berbuah gemerincing emas dari perut bumi Lembah Loento dan Siloengkang.
disunting dari “De Indische mercuur; orgaan gewijd aan den uitvoerhandel, … 1909”.
Dikutip sepenuhnya dari Marjafri, Pendiri dan Ketua Komunitas Anak Nagari Sawahlunto.