Ada Apa Menkeu Purbaya Tiba-tiba Alihkan Rp200 triliun Kas Negara ke Bank Plat Merah?

 Ada Apa Menkeu Purbaya Tiba-tiba Alihkan Rp200 triliun Kas Negara ke Bank Plat Merah?

Pada hari ini, 16 September, tepat 10 tahun peristiwa pemberian utang dari China Development Bank (CDB) ke tiga bank BUMN: PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) yang dulu sempat heboh. Apakah masih banyak yang ingat? Sebagaimana telah diberitakan, tiga bank pelat merah itu menandatangani kesepakatan pinjaman senilai total $3 miliar dengan CDB, guna membiayai proyek-proyek infrastruktur di Indonesia.
Penandatanganan kesepakatan dilakukan Direktur Utama Bank Mandiri Budi G Sadikin, Direktur Utama BRI Asmawi Syam dan Direktur Utama BNI Ahmad Baiquni dengan Presiden Eksekutif CDB Zeng Zhijie, disaksikan Menteri Negara BUMN Rini Sumarno dan Kepala Komisi Nasional Pembangunan dan Reformasi (National Development and Reform/NDRC) Xu Shaoshi di Beijing, 16 September lalu. Masing-masing bank menerima pinjaman $1 miliar dengan jangka waktu 10 tahun. Sebanyak 30 persen dari dana utang akan dikucurkan dalam mata uang Renminbi (RMB). Perhatikan, pinjaman itu ditujukan untuk pembiayaan infrastruktur. Ternyata melenceng. (Bareksa.com, 23 September 2015)

Pada 16 September 2015 lalu China Development Bank (CDB) menyalurkan pinjaman sebesar $3 miliar untuk tiga bank milik negara. Ketiga bank tersebut adalah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI), dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI). Penandatanganan perjanjian ini dilakukan di depan Menteri Negara BUMN, Rini Sumarno. Kredit kepada tiga perusahaan pelat merah ini diberikan dengan tenor 10 tahun dan dikenakan suku bunga masing-masing LIBOR 6M + 2,85 persen dan SHIBOR 6M + 3,30%.
Berdasarkan surat penjelasan OJK kepada DPR RI pada tanggal 8 Maret 2016, pinjaman tersebut sudah disalurkan untuk bidang-bidang yang telah ditentukan oleh OJK. Kredit mengalir ke sejumlah grup besar, seperti Sinarmas, Medco, termasuk Bosowa dan Toba Sejahtera. Dua yang terakhir terafiliasi dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Menko Polhukam Luhut Pandjaitan. Lho, kenapa para konglomerat justru yang menampung dana

 

*Utang dari China Malah Disalurkan untuk Restrukturisasi Utang Para Konglomerat?*

Direktur Utama BNI, Achmad Baiquni mengatakan penyaluran dana pinjaman dilakukan dalam waktu yang relatif singkat karena banyaknya calon nasabah yang membutuhkan restrukturisasi utang. Restrukturisasi utang dimungkinkan karena klausul peminjaman memperbolehkan hal tersebut.

“Kami sudah salurkan seluruhnya US$1 miliar, dan yang kami lakukan adalah refinancing. Jadi dalam waktu singkat penerapannya bisa maksimal,” jelas Achmad Baiquni di hadapan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Senin (14/3).

Lebih lanjut, ia menyebutkan sebanyak US$442,3 juta atau 44,2 persen dari dana pinjaman bank China yang disalurkan untuk sektor manufaktur. Sementara itu, 38,3 persen dana pinjaman untuk BNI disalurkan untuk sektor listrik, gas, dan air bersih.

Namun, Achmad mengatakan pinjaman-pinjaman ini disalurkan dalam denominasi rupiah kepada nasabah karena BNI tidak memiliki dolar AS yang cukup ketika penyaluran berlangsung. Kendati demikian, ia menjamin jika konversi nilai kredit yang disalurkan tetap bernilai US$1 miliar.

“Pada waktu masa peminjaman, nasabah kami membutuhkan dolar AS, namun pada saat itu dolar AS kami tidak mampu sehingga kami melakukan konversi terlebih dahulu,” tuturnya.

 

Dalam dokumen pemaparan BNI di Komisi XI DPR terungkap, dana pinjaman US$1 miliar dari CDB disalurkan BNI kepada 26 nasabah, di mana PT Petrokimia Gresik megambil porsi terbesar dengan plafon pinjaman mencapai Rp3,16 triliun atau sebesar US$237,42 juta. Selain itu, PT PLN (Persero) juga tercatat menerima pinjaman dari BNI senilai Rp2,55 triliun atau setara dengan US$187,19 juta.

Dari dana pinjaman CDB yang dikonversi ke rupiah menjadi Rp13,35 triliun itu, BNI baru merealisasikan penyaluran baki debit (outstanding) sebesar Rp3,72 triliun atau sebesar 27,86 persen dari jumlah tersebut. Sementara itu, sebanyak sembilan nasabah belum menarik pinjaman kendati telah dipilih oleh BNI untuk menggunakan dana tersebut.

Ke-sembilan perusahaan tersebut adalah PT Semen Indonesia Tbk, PT PANN Pembiayaan Maritim (Persero), PT Sinar Tambang Arthalestari, Wintermare Offshore Marine, Citra Citi Pacific, PT Kartanegara Energi Perkasa, PT Rayon Utama Makmur, PT Lontar Papyrus Pulp and Paper, dan Total Prima Makmur.

Kondisi sebaliknya dilakukan oleh BRI. Berdasarkan catatan yang diperoleh CNN Indonesia, bank tersebut telah menyalurkan seluruh pinjaman sebesar US$ 1 miliar dan telah diserap semuanya oleh sembilan nasabahnya yang terdiri dari PT Poso Energy Satu Pamona, PT Bosowa Energi, PT Kertanegara Energi Perkasa, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, PT Pindo Deli, PT Indah Kiat, PT Semen Bosowa, PT Tangki Merak, dan PT Sugar Labinta.

Dari seluruh perusahaan tersebut, PT Pindo Deli menerima pinjaman terbesar dari BRI yakni senilai US$221 juta, disusul kemudian oleh Krakatau Steel sebesar US$110 juta.

Lain halnya dengan Bank Mandiri. Bank berlogo pita kuning tersebut tercatat telah menyalurkan dana pinjaman CDB kepada 12 nasabah yang kebanyakan disalurkan bagi sektor minyak dan gas dengan total pinjaman sebesar US$495 juta atau 49,5 persen dari dana injeksi CDB. Pinjaman tersebut diberikan kepada tiga perusahaan, yaitu Saka Energy Indonesia (US$ 100 juta), PT Medco E&P Tomori Sulawesi (US$ 50 juta), dan PT Medco Energy International Tbk (US$ 345 juta). Baca artikel CNN Indonesia “Pinjaman Bank China US$3 M Habis Sekejap oleh 3 Bank BUMN” selengkapnya di sini: https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20160314183053-78-117364/pinjaman-bank-china-us-3-m-habis-sekejap-oleh-3-bank-bumn.

*10 Tahun Kemudian…..*

Sejenak setelah dilantik sebagai Menkeu menggantikan Sri Mulyani, Sadewa menyita perhatian dengan satu keputusan: memindahkan duit Rp200 triliun yang selama ini parkir di BI, digeser ke Bank-bank yang di antaranya peminjam dana dari CDB 10 tahun yang lalu dengan mekanisme B to B. Kontan, memberitakannya sebagai berikut:

Yudhi Sadewa mulai mengucurkan dana sebesar Rp 200 triliun kepada lima perbankan nasional.
Kelima bank tersebut adalah PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) yang mendapatkan dana Rp 55 triliun, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) sebesar Rp 55 triliun dan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) senilai Rp 25 triliun.

Lalu ada PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) senilai Rp 55 triliun dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) sebesar Rp 10 triliun.
Lebih lanjut Purbaya menambahkan, dana tersebut akan mulai dicairkan kepada lima bank Himbara tersebut pada hari ini (12/9/2025). (Kontan, 12 September 2025)

*Kadangkala Narasi Resmi Bertolakbelakang dengan Kenyataan*

Yang menjadi perhatian sebenarnya ialah:

1. Pihak bank penampung 200 t tersebut justru dingin menanggapi kebijakan menteri tersebut. Sebagaimana yang dilaporkan BBC (https://www.bbc.com/indonesia/articles/cg42k5epnklo), “ketersediaan uang tunai di bank masih pada level aman, kata pengamat ekonomi dan perbankan nasional, Doddy Ariefianto.
“LDR kita berada pada level 86,4% posisi terakhir Juli 2025. Biasanya [kalau] dibilang ketat yaitu 92% ke atas,” katanya.
LDR yang dimaksud adalah Loan to Deposit Ratio. Ini merupakan salah satu acuan mengukur kesehatan bank dari sisi ketersediaan uang tunai yang mereka punya (likuiditas).
Sebagai ilustrasi, LDR=80% artinya dari setiap Rp100 dana yang dihimpun bank, Rp80 disalurkan sebagai pinjaman. Sisanya, 20% berupa uang tunai/cadangan. BI menentukan LDR yang sehat pada kisaran 78%-92%.”

2. Bertepatan dengan jangka waktu 10 tahun tenor pinjaman bank plat merah ke China Development Bank (CBD).

3. Timbul pertanyaan, siapa sebenarnya yang butuh dengan Rp200 triliun itu, pihak bank atau justru para konglomerat yang memakai dana dari CBD tersebut. Ini tentu perlu didalami.

Kita memang perlu meningkatkan keelingan dan literasi terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang memiliki dampak signifikan. Jika benar harus didukung, jika salah dan merugikan rakyat, harus ditentang. Sebab jika tidak, akan membawa malapetaka.

 

*~Bhre Wira, pengamat sosial*

Facebook Comments Box