Belasan Ribu Hektare untuk Palestina di Kalimantan Utara dan Prabowo Akan Mengakui Isreal: Apa Maksud dari Hal Ini?
Saat saya menulis analisa ini, sayup-sayup salawat bersahut-sahutan dari masjid di perkampungan Jakarta. Seolah rakyat tidak ambil peduli dengan masa depan umat manusia yang tengah berjalan ke arah supremasi Israel. Dunia Arab sudah mulai kembali menyongsong skema perdamaian dengan Israel di atas nama Perjanjian sesama penganut Agama Ibrahim. Entah apa maksudnya negara-negara Arab itu, padahal Al Quran mereka terang-terangan menyatakan: “dan berimanlah kalian wahai Bani Israel dengan apa (Al Quran) yang Aku turunkan yang membenarkan apa yang ada pada kalian (Taurat).” Firman Tuhan ini menyatakan supaya orang Isarel beriman kepada Al Quran, bukan malahan kaum Arab yang Muslim itu datang ke meja perundingan untuk berdamai dengan negara Israel dengan mindset bahwa kita sama-sama bangsa Smith, anak-anak keturunan Ibrahim, mari kita akui negara Israel, kita jamin keamanannya, sembari mencampakkan panduan Tuhan dalam berurusan dengan orang-orang Yahudi yang sudah dikenal wataknya itu.
Tentu jika bukan karena tekanan Wasington kepada negara-negara Arab itu, mungkin juga skema semacam itu tidak akan terjadi. Semua tahu bahwa rezim negara-negara Arab memang bergantung keamanan dan kelangsungan kepada Pentagon dan Gedung Putih. Sementara itu, Gedung Putih tidak bisa tidak memiliki kesetiaan tidak tertulis untuk terus menjamin eksistensi Israel.
Sekarang perang di Gaza yang hancur-hancuran sudah sedikit reda walaupun belum ada jaminan Israel akan mematuhi setiap perjanjian yang dia akui. Kerentanan berulangnya perang antara Palestina di Gaza dengan tentara Israel, bukan lagi suatu hal yang tidak terprediksi.
Namun kali ini, dimensinya agak lain. Tiba-tiba keterlibatan pemerintah Indonesia di bawah komando Presiden Prabowo dalam meredakan perang di Gaza terlihat cukup mencolok. Tidak hanya melalui skema diplomasi di panggung forum PBB, tapi juga beberapa tindakan yang tampaknya perlu mendapatkan perhatian khusus, akibat konsekwensi signifikan berupa pergeseran dari sikap tradisional Indonesia selama ini, dan aksi baru yang tampaknya juga mengejutkan.
Pertama, Prabowo menyatakan di forum PBB membela prinsip solusi dua negara dan sekaligus menjamin keamanan Israel. Ini bergeser dari sikap tradisional Indonesia yang memandang Israel sebagai penjajah dan karena itu tidak akan diakui Indonesia. Pergeseran arah dan sikap luar negeri Indonesia terhadap Israel seharusnya tidak melanggar prinsip konstitusional Indonesia dan secara tergopoh-gopoh digeser sedemikian rupa secara sepihak oleh Presiden Prabowo tanpa konsultasi dengan DPR sebagai representasi suara rakyat.
Solusi dua negara, menyiratkan pegakuan terhadap negara Israel, dan sekaligus pengakuan atas tindakan Israel mengokupasi tanah air Palestina yang kini berdiri di atasnya negara Isarel.
Tidak berhenti hanya di situ, Prabowo pun mencoba menerjemahkan sikap politiknya untuk menjamin keamanan Israel. Keamanan dari ancaman apa? Satu-satunya yang mengancam Israel yaitu berasal dari aksi wajar para pejuang kemerdekaan Palestina. Apakah hal ini berarti bahwa Indonesia akan terlibat menghalau perjuangan Palestina untuk mendapatkan kembali tanahnya dari rampasan Israel, dan itu berarti bahwa Indonesia konsekwensinya berhadapan dengan pejuang Palestina dan malah melindungi Israel untuk melancarkan aksi-aksi okupasinya.
Sejauh ini, hampir tidak ada suara yang lantang dan keras memperingatkan Probowo terhadap konsekwensi logis atas pandangan luar negerinya itu menyangkut isu Israel dan Palestina. Kita belum juga menyelidiki, mengapa Prabowo sampai membawa Indonesia bergeser sikap sedemikian rupa terhadap masalah yang dipikirnya tidak berkonsekwensi luas tersebut.
Padahal jelas dasar pandangan Indonesia selama ini terhadap isu Palestina mengacu pada penghapusan penjajahan di atas dunia sebagaimana yang termaktub dalam mukaddimah konstitusi. Memang Indonesia diharapkan juga untuk turut berpartisipasi menciptakan perdamaian dunia sebagaimana tertera dalam mukaddimah konstitusi, tapi sebagaimana yang sudah jelas diketahui, penghapusan penjajahan lebih utama dari pada perdamaian, apalagi hanya perdamaian di atas penjajahan.
Sering dikemukakan, bila Indonesia ingin terlibat mendamaikan konflik Palestina vs Israel, maka prasyaratnya Indonesia harus mengakui dulu eksistensi negara Israel. Darimana pendapat ini berasal dan apakah benar demikian?
Saya kira, dalam konteks pelibatan Indonesia dalam urusan solusi konflik Palestina vs Israel, harus ditentukan pada bidang mana Indonesia mengambil peranan dan kepentingannya. Jika misalnya pelibatan itu hanya sekedar penerjunan pasukan perdamaian, maka apakah prasyarat pengakuan terhadap Israel ada relevansinya? Penurunan pasukan perdamaian diotorisasi oleh PBB, bukan oleh Israel. Walhasil, gerak Indonesia yang hendak mengakui Israel dengan alasan penciptaan perdamaian antara Palestina dan Israel, sesungguhnya akan menimbulkan konsekwensi pelangkahan terhadap amanat konstitusi. Lebih jelasnya lagi, jika nanti geraknya adalah pengakuan terhadap Israel oleh Prabowo, maka sama saja merupakan penghianatan terhadap konstitusi, dan hal itu tentu memiliki konsekwensi guncangan politik dan akhirnya bisa berlarut menjadi destabilisasi dalam negeri. Selalu tersedia banyak kaum avonturir yang memanfaatkan destabilisasi guna mencapai kepetingannya sendiri.
Kedua, aksi Prabowo yang menggeser sikap tradisional Indonesia ini tidak berhenti hanya di situ, tapi juga menyiapkan lokus untuk merelokasi penduduk Palestina yang diancangkan ditempatkan di Kalimantan Utara. Hal ini juga menimbulkan pertanyaan: apa urgensinya, dan bukankah hal itu yang justru ingin dicapai oleh Israel, mengusir penduduk Palestina dari tanah airnya. Belum lagi bahwa konsekwensi relokasi itu dapat menimbulkan ekses dan ketidakpuasan pada penduduk lokal di Kalimantan Utara, terutama suku tempatan yang mungkin berbeda agama dan tentu saja kebudayaan. Mengapa Indonesia menjulurkan diri untuk menampung penduduk Gaza yang demikian jauh jaraknya, padahal belum tentu juga penduduk Gaza menginginkannya, mengingat kuatnya kehendak mereka untuk mempertahankan tanah airnya. Tindakan semacam ini dibuat untuk kepentingan siapa sebenarnya? Deal apa yang sedang terjadi? Dua tindakan politik luar negeri Prabowo ini, memang penuh tanda tanya.
Saya kira masyarakat, sebelum arah pengakuan Indonesia terhadap Israel menjadi kenyataan seperti yang telah dialami oleh negara-negara Arab yang akibatnya merugikan umat Islam, maka sebaiknya penting disuarakan penolakan sejak awal atas gelagat ke arah pengakuan terhadap Israel. Jika kita diam, pengakuan itu bisa benar-benar terjadi dan konsekwensinya mungkin Indonesia bermutasi menjadi penopang Israel dan umat Islam bagaikan dalam posisi simalakama dan akhirnya makin melemah dan kehilangan arah dan spirit.