Firman Soebagyo Nilai RUU BPIP Harus Mampu Menjawab Tantangan Ideologi dan Ketimpangan Sosial di Masyarakat

Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Firman Soebagyo menilai Rancangan Undang-Undang tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (RUU BPIP) harus mampu menjawab tantangan ideologi sekaligus untuk menjaga ketimpangan sosial yang terjadi di masyarakat.
“RUU ini harus benar-benar memberikan platform yang kuat untuk pembinaan ideologi Pancasila. Kita ingin memastikan agar BPIP mampu memperbaiki mental masyarakat dan merasuk ke semua lapisan, seperti dulu BP7,” kata Firman saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Baleg DPR RI dengan Habib Muksin Alatas di Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (11/9/2025).
“RUU ini harus benar-benar memberikan platform yang kuat untuk pembinaan ideologi Pancasila. Kita ingin memastikan agar BPIP mampu memperbaiki mental masyarakat dan merasuk ke semua lapisan, seperti dulu BP7,” ujar Firman dalam rapat tersebut.
Pada kesempatan itu, Firman mengapresiasi pandangan Habib Muksin yang sejalan dengan nilai-nilai Pancasila. Ia menegaskan, masuknya penguatan ideologi Pancasila dalam Astacita Presiden Prabowo-Gibran merupakan langkah penting untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045.
“Belum pernah sebelumnya ideologi Pancasila menjadi bagian eksplisit dari visi-misi pemerintah. Ini sangat mulia. Namun, kita harus memastikan implementasinya menjawab masalah kesenjangan, ketidakadilan, dan pemerataan pembangunan,” paparnya.
Legislator asal Dapil Jawa Tengah III itu menyinggung masih adanya ketimpangan sosial yang memicu demonstrasi di berbagai daerah. Ia menyoroti masih sempitnya penguasaan lahan dan ketimpangan pendapatan di masyarakat. Firman menilai visi pembangunan dari desa yang digaungkan Presiden Prabowo menjadi solusi fundamental untuk mengurangi kesenjangan tersebut.
Lebih lanjut, Firman juga menyoroti dampak perkembangan teknologi yang dinilai dapat mengikis nilai-nilai kebangsaan. Ia menyatakan belum sepakat jika digitalisasi diwajibkan bagi siswa.
“Kalau anak-anak diwajibkan digitalisasi, kita khawatir yang mereka akses bukan pelajaran, tetapi hal-hal yang tidak karuan. Di desa, kami temukan fakta bapak-ibu dan anak sibuk main handphone masing-masing tanpa kontrol,” ungkapnya.
Untuk itu, Firman mengajukan sejumlah pertanyaan kepada Habib Muksin, antara lain terkait kewenangan BPIP, sinkronisasi program di seluruh unit kerja, serta implikasi kelembagaan BPIP ke depan. Ia juga mengusulkan agar kepala daerah digembleng di Lemhannas agar memiliki pemahaman komunikasi politik dan pengamalan Pancasila yang baik.
“Banyak kepala daerah justru berkonflik dengan rakyatnya karena tidak memahami komunikasi politik. Ini bentuk kemerosotan pengamalan Pancasila. Kita perlu transformasi total agar pembinaan ideologi bisa efektif,” pungkasnya.