JEJAK HIJRAH: Lima Pilar Kebangkitan Umat Menuju Kemaslahatan

 JEJAK HIJRAH: Lima Pilar Kebangkitan Umat Menuju Kemaslahatan

Oleh: Munawir Kamaluddin, Guru Besar UIN ALAUDDIN MAKASSAR

Di antara denting waktu yang terus melangkah tanpa jeda, ada satu detik yang tak sekadar lewat, ia hadir membawa harap, menyuguhkan hikmah, dan mengetuk palung jiwa terdalam.

Itulah saat ketika rembulan Muharram menggantung di langit malam, menandai fajar baru dalam sejarah umat yang pernah menggetarkan peradaban: 1447 Hijriah telah terbit.

Tahun baru ini bukan hanya lembaran tanggal yang berpindah, melainkan denyut ruhani yang menyapa relung kesadaran.

Ia datang seperti angin sejuk yang meniup debu, debu kelalaian, membangunkan hati-hati yang lelap dalam rutinitas dunia, menggugah jiwa yang haus akan makna, dan membisikkan pesan langit: “Bangkitlah, wahai umat yang pernah menerangi dunia.”

Di setiap lembar sejarah umat ini, selalu tertulis kisah tentang keberanian melangkah ketika dunia meragukan, tentang keteguhan menjaga iman di tengah badai zaman, dan tentang cinta yang menghidupkan ilmu, akhlak, dan peradaban.

Maka saat ini, bukan saatnya meratap dalam nostalgia kejayaan lalu, tetapi waktu untuk menyalakan bara harapan, menata langkah dengan lebih terang, dan menjadikan momen hijrah sebagai titik tolak untuk restorasi, resonansi, resolusi, revolusi, dan rekognisi.

Ini adalah panggilan agung, bukan hanya untuk bergerak, tapi untuk bermakna. Bukan sekadar berubah, tapi bertumbuh. Bukan untuk menjadi seperti dunia, tapi menjadi lentera bagi dunia.

Mari bersama-sama menjemput tahun baru ini bukan dengan langkah biasa, tapi dengan jiwa yang menyala, pikiran yang tajam, dan hati yang bergetar dalam tekad: bahwa masa depan Islam bukanlah cerita yang ditunggu, tapi warisan yang harus diperjuangkan.

“Hijrah itu bukan melarikan diri dari kenyataan, tapi menjemput takdir peradaban.”
Dan hari ini, takdir itu mengetuk kembali.

Hijrah Tak Sekadar Perjalanan, Tapi Kesadaran dan Kebangkitan
Tahun Baru Hijriah 1447 bukan sekadar pergantian angka, melainkan sebuah undangan agung dari langit untuk menata ulang langkah, menyelami makna, dan menyalakan obor harapan yang lama redup.

Dalam denyut sejarah Islam, 1 Muharram bukan sekadar tanggal, ia adalah gema hijrah, panggilan untuk berpindah dari kelalaian menuju kesadaran, dari stagnasi menuju keberdayaan, dari keterbelakangan menuju kejayaan.

1. Restorasi: Menghidupkan Kembali Nurani dan Tradisi

Restorasi adalah langkah pertama dalam menyambut 1447 H: upaya mengembalikan jati diri umat kepada kemurnian nilai Islam yang esensial.

Dalam era serba cepat dan kehilangan makna, kita perlu menghidupkan kembali:

Akhlaq profetik sebagai fondasi kehidupan sosial

Spiritualitas ikhlas dan tawakkal yang menjadi penawar keringnya hati
Adab dan etika sebagai cermin keilmuan dan kekhalifahan manusia

Seperti Nabi SAW yang berhijrah bukan hanya menghindari bahaya, tetapi untuk membangun peradaban, maka kita pun harus menjadikan pergantian tahun ini sebagai momen membenahi niat, merekatkan ukhuwah, dan membangkitkan kembali ruhul jihad dalam membangun umat.

2. Resonansi: Menyelaraskan Irama Iman dan Zaman

Di tengah keragaman suara dunia, umat Islam butuh frekuensi batin yang menyatukan langkah. Resonansi adalah kemampuan untuk:

Mendengar bisikan zaman tanpa kehilangan suara wahyu

Menerjemahkan nilai-nilai Islam dalam bahasa teknologi, ekonomi, dan budaya modern

Membangun sinergi lintas bangsa dan mazhab dengan menjunjung nilai universalitas Islam

1447 H harus menjadi tahun di mana umat tidak hanya hadir secara simbolik di panggung dunia, tetapi bergaung dengan gagasan solutif, inklusif, dan transformatif. Kita harus memastikan bahwa denyut Islam terasa dalam inovasi global, dalam wacana kemanusiaan, dan dalam kebijakan publik yang berpihak pada keadilan.

3. Resolusi: Menyusun Niat, Merumuskan Arah

Tanpa resolusi, semangat hanyalah percik api yang segera padam. Tahun baru ini adalah saatnya untuk:

Menetapkan arah hidup yang bermakna
Menargetkan kontribusi terhadap umat dan dunia
Menagaskan kembali peran sebagai khalifah di bumi

Resolusi kita harus bersifat ruhaniyah dan duniawiyah sekaligus: meningkatkan kualitas ibadah, memperdalam ilmu, serta membentuk komunitas yang berdaya. Dalam skala pribadi maupun kolektif, tujuan tanpa rencana hanyalah harapan kosong, dan Hijriah adalah saat paling mulia untuk menuliskan kembali peta hidup.

4. Revolusi: Perubahan Radikal yang Membebaskan

Islam dibawa bukan untuk membiarkan umat menjadi penonton sejarah, melainkan penggerak sejarah.

Revolusi dalam konteks Islam bukanlah kekerasan, tetapi perubahan mendalam yang menyentuh akar persoalan.

Revolusi pendidikan yang memadukan teknologi dan nilai Qur’ani
Revolusi karakter dalam membentuk generasi unggul dan bermartabat Revolusi ekonomi melalui penguatan ekonomi syariah dan keberdayaan umat

Kita memerlukan lompatan jauh, bukan langkah lamban. Saatnya melahirkan generasi yang bukan hanya paham Fikih, tetapi juga lihai dalam sains; bukan hanya hafal nash, tapi juga tangkas dalam mengelola realitas global.

5. Rekognisi: Menyadari Jati Diri, Menjadi Lentera Dunia

Tak akan mungkin umat ini mampu membawa cahaya jika ia sendiri tak menyadari bahwa dirinya adalah pelita peradaban. Rekognisi adalah tentang:

Menghargai warisan emas peradaban Islam
Mengenali potensi diri sebagai ummat terbaik (khairu ummah)
Membangun harga diri kolektif umat Islam di tengah narasi global yang sering menyudutkan

Tahun 1447 H harus menjadi tahun kebangkitan kesadaran kolektif: bahwa Islam bukan beban masa lalu, tetapi penuntun masa depan. Kita tidak inferior. Kita adalah penerus Ibn Sina dan al-Farabi, para pembangun peradaban dan penjaga cahaya ilmu.

Akhir Kata: Menjemput Fajar Kejayaan

Hijrah bukan pelarian, tapi perjalanan menuju peradaban. Maka marilah kita songsong 1447 Hijriah dengan semangat:

– Mengakar dalam nilai,
– Menjulang dalam cita,
– Membumi dalam amal.

Inilah saatnya membumikan restorasi, menguatkan resonansi, menajamkan resolusi, memekarkan revolusi, dan menyadari rekognisi diri sebagai umat terbaik.

Mari gelorakan semangat untuk mengejar ketertinggalan, menyalakan obor kejayaan Islam, dan menciptakan masa depan yang dipenuhi dengan cahaya ilmu, kasih, dan prestasi.

Selamat Tahun Baru Hijriah 1447.
Semoga kita semua menjadi bagian dari kisah emas umat yang bangkit, bukan hanya dari reruntuhan masa lalu, tapi dari harapan yang kita rajut hari ini.

“Hijrah bukan hanya berpindah tempat, tapi bertumbuh dalam makna.” # Wallahu A’lam Bishawab🙏

Facebook Comments Box