KPK Jangan Sibuk ‘Main Sinetron’, Korupsi di Sektor Migas Harus Dibongkar

 KPK Jangan Sibuk ‘Main Sinetron’, Korupsi di Sektor Migas Harus Dibongkar

Jakarta, LintasParlemen.com-– Kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama ini terus menuai sorotan dari berbagai pihak. Pasalnya, KPK selama ini dianggap hanya berani mengungkap skandal korupsi yang bernilai kecil namun terkesan menutup mata terhadap praktik korupsi yang merugikan negara dalam jumlah sangat besar.

Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia (EWI), Ferdinand Hutahaen mengungkapkan, semakin hari KPK terlihat semakin menurun kualitas kinerjanya dalam hal pemberantasan korupsi.

“Semakin tua usia KPK ini semakin tidak jelas arah pemberantasan korupsi. Pimpinan KPK dari jilid satu hingga sekarang kualitasnya semakin menurun. Pimpinan KPK ini malah terjerumus dalam aksi politisasi hukum. Seperti sedang bermain sinetron dengan judul pemberantasan korupsi,” kata Ferdinand,Senin (18/4/2016).

Menurut Ferdinand, apa yang dilakukan oleh KPK belakangan ini yakni 3 kali operasi tangkap tangan (OTT) dalam sebulan, sama sekali tidak menunjukkan KPK sebagai garda depan pemberentasan korupsi, tapi terkesan sedang bermain sinetron atau akting untuk menutupi kasus yang lebih besar.

OTT yang dilakukan KPK terakhir ini merupakan kasus abal-abal dengan barang bukti ratusan juta, hal ini menjadi ironis lantaran pada saat yang bersamaan KPK membiarkan mega korupsi.

“Mengapa kami menyebut KPK sedang bermain sinetron pemberantasan korupsi? Buktinya coba kita lihat, terkait kasus RS Sumber Waras yang sudah terang benderang di tengah publik akan adanya dugaan kerugian negara ratusan milliar, tapi KPK malah sibuk mencari niat jahat dari pelakunya. Sejak kapan KPK berubah menjadi Komisi Pencari Niat Korupsi? Yang kedua justru yang tergolong mega korupsi adalah kasus-kasus dugaan kerugian negara di sektor migas yang nilainya trilliunan rupiah,” tegas Ferdinand.

Selanjutnya mengenai adanya temuan BPK atas kelebihan pembayaran cost recovery kepada beberapa KKKS diantaranya Chevron, ConocoPhilips, Total dan lain-lain. Ini nilainya Rp3,9T tergolong sangat besar.

“Mengapa KPK diam dan menganggab itu biasa saja? Kami yakin andai cost recovery dibongkar 10 tahun terakhir maka akan terbongkar perampokan uang negara ratusan trilliun yang hilang atau dikorupsi,” tuturnya.

Dia mengingatkan, agar KPK berhenti menjadi ‘pemain sinetron,’ pimpinan KPK harus memahami subtansi dari misi pemberantasan korupsi.

“Pimpinan KPK kalau tidak paham arti kata pemberantasan korupsi ya sebaiknya mundur, jangan jadi pimpinan lembaga pemberantasan korupsi. Cari pekerjaan lain saja. Kami mendesak KPK untuk membuktikan diri mengusut tuntas kasus mega korupsi cost recovery ini. Kalau KPK diam, berarti memang para pimpinan KPK layak dijuluki para pemain sinetron pemberantasan korupsi,” pungkasnya.

Berita Terkait