Mencermati Gerak Demo dengan Sifat Brutal, Massif dan Cepat: Probowo Jangan Bengong Bae

 Mencermati Gerak Demo dengan Sifat Brutal, Massif dan Cepat: Probowo Jangan Bengong Bae

1. Bahwa realitas demo massa ini tanpa penanggungjawab yang dapat dirujuk dan memiliki pemimpin yang jelas. Alias secara kepemimpinan liar.

2. Pergerakan demo merujuk dan digerakkan oleh medsos yang massif dan realtime, seperti instagram, tiktok, X, Fb, Snackvideo, Youtube, dll.

3. Metode aksi massa dengan memusatkan pada sasaran-sasaran terarah dengan sifat yang beririsan dengan sentimen anti kemewahan, anti pejabat, anti polisi, anti pemerintah termasuk DPR dan DPRD dan pelumpuhan instrumen hukum. Anti pejabat, telah mengambil korban seperti properti milik Sahroni, Eko Patrio, Uya Kuya, Srimulyani dan entah siapa lagi menyusul berikutnya. Anti pemerintah dan DPR dan DPRD dibuktikan dengan membakar kantor-kantor lembaga tersebut. Pelumpuhan hukum, yaitu menargetkan basis-basis polisi sehingga tercipta suasana batin bahwa polisi tidak dapat berkutik terhadap massa.

4. Agen demo atau pelaku demo, terlihat seperti teratur dan terkoordinasi dengan baik, dibuktikan dengan kemampuan mobilitas tinggi dari satu lokasi ke lokasi lain, serta intensitas yang mampu menembus barikade aparat keamanan.

5. Pelaku lapangan berdasarkan analisa langsung, diisi oleh postur tubuh yang kekar, tangkas dan boleh jadi terlatih, seperti misalnya yang terlihat ketika pelaku meluncur dengan tali di gedung perkantoran di bilangan Kwitang, saat gedung tersebut dibakar. Keterampilan meluncur ke bawah tersebut, seperti biasa hanya terampil dilakukan oleh mereka yang terlatih.

6. Anomali yang menonjol ialah, ketika massa aksi terlihat mendesak dan merusak tulisan identitas markas brimob di Kwitang, seperti tidak dicegah dengan sekuat tenaga oleh mereka yang bertugas, demikian juga dengan sasaran-sasaran aksi demo yang lain, seperti rumah-rumah pejaba terkenal yang disebut di atas.

7. Aksi demo yang bergerak secara bergelombang, eskalatif secara nasional dan menimbulkan kebingungan dan kecemasan massal akibat tidak terlihatnya aksi penanggulangan dari pemerintah secara kuat dan serius, jelas menimbulkan tanda tanya besar dengan dua hal: (1) Aksi demo massal dan brutal sengaja dipelihara dan diatur?; (2) Mungkin jadi otoritas rezim Prabowo juga mengalami disorientasi, disinformasi dan kegagapan memahami keadaan dan mengantisipasi secara efektif.

8. Sekarang pemahaman suasana batin berkembang secara tak terelakkan, bahwa secara relatif, otoritas pemerintah tidak sanggup mengatasi keadaan dan melindungi warga elit yang biasanya selalu menjadi prioritas, bagaimana dengan rakyat bawah yang lemah yang bukan warga prioritas?

9. Tidak menutup kemungkinan, keadaan chaotik bila berkembang makin massif dan eskalatif, dapat menuju pada cipta kondisi perpecahan antar otoritas rezim yang semakin tebal dan akhirnya menunggu faset perebutan kekuasaan atau kudeta yang bisa sebrutal zaman 1965-1966. Maka rakyat kecil pulalah yang paling menderita.

10. Selagi situasi bara protes masih belum berkembang dalam kondisi loss control, sebaiknya pemerintahan Prabowo melakukan langkah-langkah yang antisipatif cepat, terukur, persuasif dan konsolidatif. Penanganan dengan melancarkan metode kekerasan oleh aparat pemerintah, alih-alih dapat meredam, malah mungkin bisa membawa eskalasi yang tidak teramalkan. Justru dapat dieksploitasi dan dikapitalisasi oleh unsur-unsur yang “mencari kesempatan dan menunggu di tikungan” akibat keadaan kehidupan ekonomi rakyat yang makin tertekan dan buruk saat ini.

11. Memproses hukum secara cepat bagi dalang-dalang sebenarnya di balik demonstrasi brutal, dan tidak mengorbankan pelaku-pelaku yang tidak tahu menahu, harus segera dilakukan oleh Prabowo. Sebab, terlihat demo bergerak secara misterius dan tidak wajar, kalau hanya dilakukan oleh masyarakat umum.

Oleh: Bhre Wira, Mantan Aktivis Mahasiswa 2000-an

Facebook Comments Box