MERDEKA TANPA INTEGRITAS: Sebuah Kebohongan Kolektif?

 MERDEKA TANPA INTEGRITAS: Sebuah Kebohongan Kolektif?

Oleh: Munawir Kamaluddin, Guru Besar UIN Alauddin Makassar

Pernahkah kita duduk di malam yang sunyi, menatap bendera berkibar di tiang, dan bertanya pada diri sendiri, Apakah kita sungguh merdeka?

Apakah kemerdekaan yang kita rayakan setiap 17 Agustus hanyalah seremonial yang indah, parade yang meriah, lagu yang mengalun, sementara hati kita masih terpenjara oleh kebohongan, ketakutan, dan keserakahan?

Bebas dari penjajahan fisik, namun terbelenggu oleh hawa nafsu yang membutakan.

Bebas dari rantai logam, tapi tertawan oleh rantai moral yang rapuh.

Bebas berbicara, tapi takut menyuarakan kebenaran yang menantang arus.

Allah SWT. berfirman:
وَلَا تَرْكَنُوٓا۟ إِلَى ٱلَّذِينَ ظَلَمُوا۟ فَتَمَسَّكُمُ ٱلنَّارُ
“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka.”(QS. Hud: 113)

Ini bukan sekadar peringatan terhadap musuh bersenjata, tetapi peringatan terhadap kezaliman yang merajalela di hati, di rumah tangga, di lembaga, bahkan di negara kita sendiri.

Betapa sering kita membenci penindas masa lalu, namun diam ketika kezaliman lahir dari tangan kita sendiri.

Luka di Balik Bendera

Kemerdekaan kita lahir dari darah, air mata, dan doa panjang. Para pejuang tak menunggu imbalan, tak mencari popularitas, tak menukar harga diri mereka demi kenyamanan pribadi.

Mereka memahami bahwa kemerdekaan adalah pengorbanan, bukan hadiah.

Hari ini, kita hidup di rumah besar bernama Indonesia, namun banyak yang mencuri dari dapurnya sendiri.

Kita membuka pintu bagi penjajah modern , melalui suap, politik kepentingan, budaya konsumtif, dan ketidakjujuran.

Penjajah datang bukan karena mereka kuat, tapi karena kita sendiri yang membiarkan mereka masuk.

Bayangkan seorang pejabat yang mengurus proyek infrastruktur. Ia tahu ada kecurangan, namun ia memilih diam.

Ia tahu ada suap, namun menutup mata. Ia tahu rakyat menderita, tapi sibuk melindungi gengsi dan posisi.

Sayyidina Umar bin Khattab رضي الله عنه pernah menegaskan:
نَحْنُ قَوْمٌ أَعَزَّنَا اللَّهُ بِالْإِسْلَامِ، فَمَهْمَا ابْتَغَيْنَا الْعِزَّةَ بِغَيْرِهِ أَذَلَّنَا اللَّهُ
“Kita adalah kaum yang Allah muliakan dengan Islam, maka jika kita mencari kemuliaan selain dengan Islam, Allah akan menghinakan kita.”

Integritas adalah jantung kemerdekaan. Tanpanya, kemerdekaan hanyalah tubuh megah yang sakit, lahir tanpa nyawa moral.

Integritas: Nafas dari Kemerdekaan

Integritas bukan sekadar kejujuran di depan orang lain, tetapi konsistensi hati ketika tak ada yang melihat.

Ia adalah menolak yang haram meski tampak menguntungkan. Ia adalah keberanian berkata benar meski membuatmu sendiri terasing. Ia adalah kesesuaian antara hati, pikiran, dan tindakan.

Rasulullah SAW. bersabda:
لَا إِيمَانَ لِمَنْ لَا أَمَانَةَ لَهُ، وَلَا دِينَ لِمَنْ لَا عَهْدَ لَهُ
“Tidak ada iman bagi orang yang tidak memiliki amanah, dan tidak ada agama bagi orang yang tidak menepati janji.”(HR. Ahmad

Bangsa tanpa integritas akan runtuh, bahkan tanpa peluru. Sejarah mencatat banyak kerajaan hancur bukan karena invasi, tetapi karena korupsi moral dari dalam.

Allah SWT. juga berfirman:
إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا۟ مَا بِأَنفُسِهِمْ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri.”
(QS. Ar-Ra’d: 11)

Kemerdekaan sejati lahir dari revolusi batin, dari kesadaran bahwa kita harus mengubah diri sendiri sebelum berharap mengubah bangsa.

Kebohongan Kolektif

Kebohongan kolektif lahir ketika masyarakat sepakat menutup mata terhadap dosa bersama.

Suap disebut “uang terima kasih”, janji palsu disebut “strategi politik”, manipulasi disebut “demi kebaikan bersama”.

Di sebuah desa, seorang guru menandatangani nilai palsu agar anak-anak dari keluarga kaya lulus.

Semua tahu, tapi diam. Semua tahu, tapi menganggap itu “praktik biasa”.

Kebohongan ini menyebar seperti virus, meracuni setiap lapisan masyarakat, hingga moral terdistorsi.

Allah SAW. menyeru:
يَا أَيُّهَا ٱلَّذِينَ آمَنُوا۟ كُونُوا۟ قَوَّٰمِينَ بِٱلْقِسْطِ شُهَدَآءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَىٰٓ أَنفُسِكُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri.”
(QS. An-Nisa: 135)

Merdeka sejati lahir dari keberanian untuk membongkar topeng, termasuk topeng kita sendiri

Jalan Bangkit

Bangsa ini bisa bangkit jika kita mulai dari diri sendiri.

Merdeka dimulai dari hati yang menolak kebohongan, tangan yang menolak suap, mulut yang menolak kata palsu.

Kita harus berani memerdekakan diri dari nafsu yang membutakan, gengsi yang membelenggu, kebohongan yang dibudayakan, takut pada manusia lebih dari takut kepada Allah.

Seorang ibu rumah tangga bisa menjadi pelopor integritas dengan jujur pada tetangga dan mendidik anak-anaknya menepati janji.

Seorang guru bisa membentuk generasi merdeka dengan mengajarkan nilai kejujuran dan tanggung jawab.

Seorang pejabat bisa mengubah birokrasi dengan menolak korupsi dan menegakkan keadilan.

Allah SWT. berfirman:
إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُقْسِطِينَ
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang adil.”
(QS. Al-Ma’idah: 42)

Keberanian menegakkan keadilan, meski pahit, adalah napas dari kemerdekaan sejati.

Kisah Inspiratif

Bayangkan seorang pemuda yang menolak praktik korupsi di kantornya, meski teman-temannya menekan.

Ia menerima ejekan, ancaman, dan godaan. Namun ia tetap teguh.

Tindakan kecilnya menginspirasi rekan-rekannya. Dalam lima tahun, budaya di kantor itu berubah.

Inilah bukti bahwa perubahan besar lahir dari keberanian individu, dari integritas yang menular.

Sejarah mencatat, para pejuang kemerdekaan dahulu juga memulai dari keberanian individu.

Mereka menolak tunduk pada kolonial, menyebarkan pesan kebenaran meski nyawa taruhannya.

Setiap langkah mereka adalah contoh integritas yang menembus zaman.

Kesadaran dan Harapan

Merdeka tanpa integritas hanyalah ilusi.

Tetapi bangsa ini belum kehilangan harapan. Selama masih ada satu hati yang mau berkata benar, satu tangan menolak suap, satu langkah menuju kejujuran , dan tentu harapan itu masih ada.

Kelak, ketika integritas menjadi nafas setiap warga, bendera merah putih akan berkibar bukan hanya di tiang-tiang kota, tetapi di setiap dada anak negeri yang benar-benar merdeka.

Merdeka sejati bukan tentang bebas dari penjajah, melainkan bebas dari hawa nafsu, kebohongan, ketakutan, dan ketidakadilan.

Kebebasan yang hakiki lahir dari keberanian menegakkan kebenaran, menunaikan amanah, dan menempatkan integritas di atas segalanya.

Wallahu A’lam Bis-Sawab

Facebook Comments Box