Muhammad Nur Purnamasidi: Kembalikan Urusan Pendidikan Jadi Kewenangan Pemerintah Pusat

 Muhammad Nur Purnamasidi: Kembalikan Urusan Pendidikan Jadi Kewenangan Pemerintah Pusat

JAKARTA  – Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Muhammad Nur Purnamasidi menilai perlu mengembalikan urusan pendidikan menjadi kewenangan pemerintah pusat.

Hal itu ia sampaikan dalam Kunjungan Kerja Spesifik Komisi X DPR RI terkait Revisi UU Sisdiknas di Balai Guru dan Tenaga Kependidikan (BGTK) Kalimantan Barat, Pontianak, Rabu (19/11/2025) seperti dikutip media DPR RI.

Purnamasidi menilai resentralisasi pendidikan merupakan langkah strategis untuk memastikan pemerataan mutu pendidikan di seluruh Indonesia sekaligus mengoptimalkan amanat konstitusi terkait mandatory spending 20 persen dari APBN.

“Yang nomor satu sesungguhnya kan pendidikan kita itu amanat konstitusi. Pasal 31 UUD NRI 1945 sudah menyatakan minimal 20 persen. Artinya, pemerintah sesungguhnya sudah menyiapkan anggaran 20 persen dari APBN dan APBD untuk digunakan untuk pendidikan,” ujar Politisi Fraksi Partai Golkar ini kepada Parlementaria.

Namun, ia menyoroti adanya kesenjangan kemampuan fiskal antardaerah. Banyak daerah tak memiliki pendapatan memadai dari sumber daya alam maupun inovasi daerah, sehingga kualitas layanan pendidikan pun ikut timpang. “Ketika kita ngomong pendidikan, maka tentu yang kita pikirkan adalah bagaimana ada kesamaan untuk pelayanan pendidikan. Apa yang dihasilkan pendidikan di Jakarta harus sama dengan yang dilakukan di Gorontalo, Nusa Tenggara Timur, sampai Papua. Secara mutu,” tegasnya.

Menurutnya, selama gap fiskal ini tidak ditangani, maka perbedaan kualitas output pendidikan antarwilayah akan terus terjadi. Karena itu, ia mengusulkan agar seluruh urusan pendidikan, mulai dari PAUD, SD, SMP, SMA, SMK hingga pendidikan keagamaan, ditarik menjadi kewenangan pusat sepenuhnya.

“Tariklah urusan pendidikan ini menjadi urusan pusat. Sehingga kewajiban menganggarkan itu menjadi kewajiban 100 persen dari pemerintah pusat. Daerah yang fiskalnya bagus diberi sekadarnya saja, tapi daerah yang fiskalnya jelek harus di-support,” jelas Purnamasidi.

Ia juga menyinggung problematika pembiayaan guru P3K yang saat ini sebagian masih menjadi beban APBD, termasuk tunjangan kinerja yang pada praktiknya juga berasal dari dana transfer. Bagi Purnamasidi, kondisi ini menunjukkan perlunya penataan ulang tata kelola pendidikan. “Daripada gini terus, sudah, kita tarik saja semuanya urusan pendidikan, kita yang ngatur,” katanya.

Purnamasidi menilai skema saat ini, yaitu di mana kebijakan pendidikan pusat tetap harus disalurkan melalui mekanisme otonomi daerah via Kementerian Dalam Negeri, menyebabkan visi pendidikan nasional menjadi terbelah. “Kalau ini kita serahkan ke kementerian teknisnya, saya yakin nanti mulai lokusnya, programnya, apapun itu akan sesuai dengan apa yang kita rencanakan,” ujarnya.

Terkait pembahasan Revisi UU Sisdiknas, ia mengakui adanya dua pandangan besar: kelompok yang menolak sentralisasi, dan kelompok yang mendorongnya. Purnamasidi menempatkan diri pada kelompok yang mendukung resentralisasi demi memastikan standar mutu layanan pendidikan yang setara di seluruh Indonesia.

“Orang pintar di Jakarta ya sama dengan orang pintar di Papua. Standarnya sama, tidak boleh berbeda. Dan itu satu-satunya adalah kita mempersiapkan anggarannya, baik untuk sarpras maupun peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan,” tutupnya. (rdn)

Facebook Comments Box