Pimpinan Komisi VIII DPR Apresiasi Kesepakatan Polri dengan GNPF MUI

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Sodik Mujahid
JAKARTA, Lintasparlemen.com – Alhamdulillah Polri dengan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) telah mencapai kesepakatan terkait aksi 2 Desember nanti. Di mana aksi bertajuk ‘Bela Islam Jilid III’ ini disepakati berlangsung di Monas, Jakarta.
Dalam aksi itu, ada 5 poin utama yang kesepakatan di antara keduanya seperti disampaikam oleh Ketua Pembina GNPF-MUI KH Muhammad Rizieq Shihab, di kantor MUI, Jl Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, siang kemarin.
Intinya, seperti ditegaskan oleh Rizieq bahwa aksi itu adalah aksi super damai yang akan diisi kegiatan ibadah, zikir dan salat Jumat. Namun tetap pada tujuan awalnya untuk menegakkan hukum terhadap Gubernur DKI Jakarta nonaktifBasuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam kasus dugaan penistaan agama.
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI mengapresiasi kesepakatabln itu. Sodik berharap seluruh kesepakatan itu ditaati selama berlangsungnya aksi ‘Wiro Sableng’ itu.
“Alhamdulillah terjadi kesepakatan aksi super damai tgl 2/12 antara POLRI MUI TNI DAN GMPF. Kami sampaikan apresiasai kepada semua pihak yang bersepakat. Inilah yang kita harapkan selama ini sebagai pengamalan Panca Sila dan ajaran Islam yakni musyawarah untuk mufakat,” kata Sodik pada lintasparlemen.com, Senin (28/11/2016) malam.
“Umat Islam itu kata Nabi Muhammad SAW seperti lebah yang semua tindaskannya dan memberi manfaat kepada masyarakat dan lingkungannya. Dan kata KH Zainudin MZ (alm) akan menyengat dengan keras jika dilecehkan dan dilukai,” sambung politisi Gerindra ini.
Karena itu, pintanya, aksi 212 itu harus lebih damai dari aksi 411 lalu. Sehingga tidak ada lagi isu makar. Tidak ada lagi upaya adu domba dan konflik antar ulama. Tidak ada lagi pelarangan pengangkutan demosntran kepada perusahaan angkutan dan semua pihak, termasuk pendemo, polri dan TNI harus kompak menjaga aksi damai itu dari pihak yang mencoba memancing di air.
“Musyawarah dan kesepakatan yang adil dan beradab inilah yang juga harus mewarnai proses hukum selanjutnya dalam kasus dugaan penistaan agama. Jangan diganggu oleh pernyataan, kebijakan, dan tindakan yang tidak adil dan tidak menjunjung tinggi supremasi hukum bagi semua orang yang sama kedudukannya di mata hukum,” jelasnya.
Sodik mengemukakan, jika penegak hukum yang menangani kasus Ahok itu bersikap adil dengan pelaku-pelaku penistaan agama sebelumnya. Maka umat Islam tidak perlu melakukan aksi unjuk rasa dengan turun ke jalan lagi.
“Umat Islam tidak perlu demo lagi (jika Polri sudah bersikap adil, red) cukup dengan membentuk tim monitoring proses hukum dari kalangan ahli hukum. Penegak hukum dalam hal ini kejaksaan memproses sesuai dengan kaidah hukum dan rasa keadilan masyarakat serta visi ke depan utk mencegah terulangnya peleceham agama yang mengoyak sendi NKRI,” papar alumni aktivis HMI dan PII ini.
Ia mengigatkan juga pada penegak hukum untuk tetap bersikap adil dari tekanan yang ada. Apalagi dari kasus ini tak tertutup kemungkinan ada tekanan dari luar agar pelaku penista agama bisa lolos dari jeratan hukum.
“Jangan coba bermain api dan bersikap tidak adil. Polisi dan TNI terus menjadi sahabat masyarakat dalam menjaga NKRI dari berbagai upaya yang menggangu stabilitas dan keutuhan NKRI. Mari kita semua bersikap dengan sangat hikmah dan kebijaksanaan yang tinggi dalam merawat NKRI sekaligus proses edukasi yang beradab dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” ajak Sodik. (HMS)