Sastrawan tak Bisa Berharap pada Sastra

Duduk diam di kursi roda
Mulut menganga tak lagi rata
Pandangan mata kosong
Menunggu anak sanak sibuk bekerja
“Kapan satu dari sekian,
sempatkan datang barang sebentar,
temani ayah mengantre,
berbekal BPJS yang sudah tentu lama.”
Sastrawan besar berkarya besar
Meratap merana di rumah sederhana
Di kursi roda menanti sapa
Tanpa sesiapa coba menyapa
Tertatih menopang berbagai bea
Rupa-rupa dana pensiun tak pula ada
Penyakit tua menggigit rasa dan juga raga
Berpikir imajinatif sudahpun sirna
Tak mungkin lagi hasilkan karya
Karya semasa jaya masih ada di mana-mana
Berapa royaltinya jangan ditanya
Kalaupun ada amat tak seberapa
Memikirkannya pun menambah luka makin menganga
Keluh kesah mereka malah yang ada:
Pajak cetak makin menggila,
Kertas tinta naiknya luar biasa
Kalaupun ada tak mampu berlomba
Dengan buku di dunia maya
Sastrawan menulis dengan hati yang tulus
Tapi hidupnya tak ditopang pulus
Mereka berjuang untuk setiap kalimat
Tapi hasilnya tak membawa nikmat
Mereka menggali kata-kata dari dalam hati,
Tapi pasar tidak selalu menghargai,
Mereka berkorban waktu dan tenaga
Tapi hasilnya tak seberapa
Sastrawan hidup dari idealisme
Tapi idealisme tak dapat menghidupinya
Sastrawan mencari makna terdalam dari kata-kata
Tapi kata-kata tidak selalu bermakna di mata negara
Sastrawan berjuang dengan kata
Tapi hasilnya tak jua senada
Sastrawan menulis ungkapan jiwa
Tapi ungkapan tak selalu berharga
Sastrawan hidup dalam dilema,
Penuhi kebutuhan jiwa ataukah raga
Idealisme telah nyata-nyata
Tak mampu menopang berbagai biaya
Sastrawan menulis meninggalkan jejak
Tapi jejak tidak selalu bermakna
Tak mampu menopang di hari tua
Sastrawan tak bisa hidup dari sastra
Tapi sastra adalah jiwa
Jiwa ditopang raga
Raga butuh biaya
Sastra penghalus Budi
Bagi jiwa generasi bangsa
Sastra pengingat angkara kuasa
Penuntun arah laju negara
Sesuai cita-cita bangsa merdeka
Sastrawan pahlawan bagi Indonesia
Duhai pengampu negara
Ambil perhatian sejenak pada pahlawan sastra
Jangan biarkan mereka
Terombang- ambing dalam arus kapitalisme
Beri ruang hidup bagi mereka
Agar generasi bangsa
Tak pupus asa pada penghalus jiwa
Bangga pada sastrawan negara
Para guru bangsa
Jakarta, 30 Mei 2025,
Erfi Firmansyah