GURU BUKAN ROBOT KURIKULUM: Mereka Butuh Ruang untuk Menjadi Manusia
Prof. Munawir Kamaluddin Bersama Menteri DIKDASMEN RI Prof Dr. Abdul Mu’ti, MA. (Pribadi)
Oleh: Munawir Kamaluddin, Guru Besar UIN Alauddin, Makassar / Direktur LAPSENUSA (Lembaga Advokasi dan Pengenbangan Sosial dan Ekonomi Nusantara)
Dalam arus panjang sejarah manusia, guru adalah mata air yang tak pernah kering meski zaman berkali-kali berubah wajah.
Mereka bukan gigi-gigi mesin yang bekerja tanpa rasa, tetapi cahaya yang memantul dari langit, merambat pelan ke hati-hati yang masih muda , yakni anak-anak bangsa yang sedang mencari dirinya.
Guru bukan robot kurikulum yang bergerak melalui algoritma, tetapi manusia yang memikul amanah langit, menghidupkan ilmu sebagaimana para nabi menghidupkan peradaban.
Ketika firman pertama turun, Allah tidak memerintahkan manusia untuk patuh seperti mesin, tetapi untuk membaca, merenung, dan merasakan:
ٱقْرَأْ بِٱسْمِ رَبِّكَ ٱلَّذِى خَلَقَ
خَلَقَ ٱلْإِنسَـٰنَ مِنْ عَلَقٍ
ٱقْرَأْ وَرَبُّكَ ٱلْأَكْرَمُ
ٱلَّذِى عَلَّمَ بِٱلْقَلَمِ
عَلَّمَ ٱلْإِنسَـٰنَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (QS. Al-‘Alaq: 1–5)
Ayat ini adalah deklarasi bahwa pendidikan tidak lahir dari mekanik, tetapi dari kemuliaan, kepekaan, dan akal yang hidup.
Guru yang membaca dengan hatinya, bukan sekadar matanya, sedang menyambung kembali seruan ilahi kepada manusia.
Rasulullah SAW. sendiri menegaskan:
إِنَّمَا بُعِثْتُ مُعَلِّمًا
“Sesungguhnya aku diutus hanyalah sebagai seorang pengajar.”
(HR. Sahih al-Bukhari)
Jika misi kenabian saja dimaknai sebagai pengajaran, betapa tidak layaknya jika guru diperlakukan sebagai mesin. Mereka adalah pewaris spiritual yang memikul sebagian tugas para rasul.
Guru adalah Penjaga Jiwa, Bukan Penginput Data
Setiap guru tahu bahwa di depan mereka bukan sekadar siswa yang harus lulus, tetapi jiwa-jiwa yang harus dibentuk. Allah berfirman:
وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا
“Demi jiwa dan penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan kefasikan dan ketakwaannya.” (QS. Asy-Syams: 7–8)
Guru adalah pihak yang membantu jiwa memilih jalan takwa. Pekerjaan ini tidak mungkin digantikan oleh mesin. Karena mesin tidak mengenal nurani. Ibnu Qayyim berkata:
التربية أساسها الحياة في القلب، لا في كثرة المعلومات
“Pendidikan dasarnya adalah hidupnya hati, bukan banyaknya informasi.
Bagaimana mungkin hati yang hidup dipaksa bekerja bak robot?
Mengajar Adalah Ibadah yang Memerlukan Jiwa yang Tenang
Rasulullah SAW. bersabda:
إِنَّ اللهَ يُحِبُّ إِذَا عَمِلَ أَحَدُكُمْ عَمَلًا أَنْ يُتْقِنَهُ
“Sesungguhnya Allah mencintai seseorang yang ketika bekerja, ia melakukannya dengan sempurna.”
(HR. Al-Bayhaqi)
Ketika guru dibebani administrasi yang melelahkan dan standar yang mengikat, bagaimana mungkin ia mencapai itqan (kesungguhan)?
Bukan bentuk laporan yang Allah lihat. Tetapi kedalaman niatnya.
Allah berfirman dalam hadits Qudsi:
إِنِّي لَا أَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ، وَلَا إِلَى أَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ أَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
“Aku tidak melihat rupa dan harta kalian, tetapi Aku melihat hati dan amal kalian.”
(HR. Muslim)
Jika Allah melihat hati guru,mengapa bangsa atau aturan memaksa mereka bekerja seperti alat?, meski memang adiministrasi dan stndar tertentu dilerlukan, namun bukan berarti energi dan fokus para guru dipaksakan dan dibebani dengan aneka adiministrasi yang melelahkan dan menguras waktu, tenaga dan pikirannya untuk memenuhi standar yang tidak bersentuhan langsung dengan tugas mereka sebagai pendidik dan agen perubahan.
Guru adalah Pewaris Para Nabi
Rasulullah SAW. bersabda:
العُلَمَاءُ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ
“Para ulama adalah pewaris para nabi.” (HR. Abu Dawud)
Dan guru dengan kadar mereka masing-masing, adalah penyampai cahaya. Bahkan Ali bin Abi Thalib berkata:
كفى بالعلم شرفًا أن يدعيه من لا يحسنه، ويفرح به إذا نسب إليه
“Cukuplah kemuliaan ilmu bahwa orang yang tidak memilikinya pun ingin dikaitkan dengannya.”
Bagaimana mungkin pemilik cahaya ini dijadikan operator mesin semata?, sementara tugas dan fungsi mereka jauh lebih luas dan membutuhkan energi yang tidak sedikit.
Sehingga ini menjadi “PR” kita bersama untuk memnerikan keleluasaan bagi guru untuk menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya secara lebih terkonsentrasi pada persoalan yang jauh lebih strategis dan lebih determinan.
Guru adalah Penabur Rahmat, Bukan Perantara Sistem
Nabi SAW.bersabda:
الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمٰنُ، ارْحَمُوا مَنْ فِي الْأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ
“Orang-orang yang penyayang akan disayangi oleh Ar-Rahmān. Sayangilah yang di bumi, niscaya kalian disayangi oleh yang di langit.”
(HR. Tirmidzi)
Kasih sayang tidak dapat terjadi dalam sistem yang memaksa guru mengejar angka dan standar tertentu yangbtidak berinplikasi kuat dengan fungsi dan peran guru yang bermuara pada pembentukan karakter dan mencerdaskan generasi .Ibnu Mas’ud berkata:
ليس العلم بكثرة الرواية، ولكن العلم خشية الله
“Ilmu bukan banyaknya riwayat, tetapi rasa takut kepada Allah.”
Robot tidak mungkin memiliki khasy-yah. Karena itu robot tidak mungkin menjadi pendidik. Sementara guru tidak dapat dipaksakan seperti robot yang hanya fokus pada angka-angka dan standar tertentu.
Guru adalah Pohon Rindang yang Meneduhi Masa Depan
Allah berfirman:
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ، أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ
“Tidakkah engkau melihat bagaimana Allah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya menjulang ke langit, memberikan buah pada setiap musim.” (QS. Ibrahim: 24–25)
Guru adalah pohon, akar mereka adalah iman, batangnya adalah kesabaran, cabangnya adalah ilmu, buahnya adalah akhlak generasi masa depan.
Tidak ada kurikulum yang dapat memerintahkan pohon untuk berbuah. Ia berbuah dari kehidupannya sendiri, sebagaimana guru memberikan makna kepada murid dari kedalaman jiwanya.
Karena Itu, guru harus dioerlakukan sebagai manusia. Guru harus diberi ruang untuk bernapas, berpikir, merasa, dan merenung. Mereka membutuhkan waktu untuk berdoa bagi murid-muridnya, sebagaimana para guru salaf dulu memohonkan hidayah bagi generasi mereka. Imam Asy-Syafi’i berkata:
من تعلّم القرآن عظمت قيمته، ومن نظر في الفقه نَبُل قدره، ومن كتب الحديث قويت حجته، ومن علّم الناس فُضّل على غيره
“Barang siapa belajar Al-Qur’an, ia menjadi berharga; siapa mendalami fikih, ia menjadi mulia; siapa menulis hadits, ia menjadi kuat hujjahnya; dan siapa mengajar manusia, ia diutamakan atas yang lainnya.”
Sehingga bagaimana mungkin yang diutamakan dan diperlakukan seperti operator mesin?, sementara tugas dan fungsi utama para guru adalah memanusiakan manusia dan mengangkat kemuliaan generasi mendatang dengan nilai kemanuasiaannya dengan memadu dan menciptakan keseimbangan hidup.
Pendidikan Hanya Akan Hidup Jika Guru Diperlakukan Sebagai Jiwa yang Berjiwa
Robot bisa mengajarkan rumus,
tetapi tidak bisa menumbuhkan akhlak. Sistem bisa membentuk prosedur, tetapi tidak bisa membangunkan kecintaan. Mesin bisa menyampaikan fakta, tetapi tidak bisa meniupkan hikmah.
Guru-lah yang memadukan semuanya, karena dalam dirinya hidup cahaya yang Allah titipkan kepada manusia:
نُورٌ عَلَىٰ نُورٍ
“Cahaya di atas cahaya.”
(QS. An-Nur: 35)
Selama Guru Menjadi Manusia, Peradaban Akan Hidup
Selama guru diberi ruang untuk tetap menjadi manusia, yang berdoa, merasakan, mencintai, dan berjuang, maka cahaya pendidikan akan terus menyala. Perlahan, dalam, dan penuh keberkahan.
Peradaban akan tumbuh sebagaimana pohon yang diberkati hujan rahmat, dan Allah akan mengangkat derajat mereka sebagaimana janji-Nya:
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“Allah mengangkat derajat orang-orang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.”(QS. Al-Mujādalah: 11)
Maka biarkan guru kembali menjadi manusia, bukan robot kurikulum, agar bangsa ini kembali menjadi bangsa yang beradab, beriman, dan bercahaya.
Selamat Hari Guru Nasional…semoga bangsa menuju kemuliaan sejati melalui kerja ikhlas , kerja cerdas, kerja sama, kerja profesional dari para guru yang kemuliaannya telah ditetapkan oleh Allah SWT.
#Wallahu A’lam Bis-Shawab