Mengapa Allah Membiarkan Israel Berkuasa dan Tak Ada yang Bisa Menghentikannya?

 Mengapa Allah Membiarkan Israel Berkuasa dan Tak Ada yang Bisa Menghentikannya?

Munawir Kamaluddin Bersama Wamen Luar negeri Anis Matta (foto: pribadi)

Oleh: Munawir Kamaluddin, Guru Besar UIN Alauddin, Makassar / Direktur LAPSENUSA (Lembaga Advokasi dan Pengenbangan Sosial dan Ekonomi Nusantara)

Dunia berdiri dalam kebingungan. Gaza hancur, tetapi Israel tetap tegak dengan pongahnya. Ribuan anak gugur, tetapi negara-negara adikuasa justru menambah suplai misil. Air mata mengalir, namun PBB terdiam seperti monumen tua di tengah gurun politik global.

Lalu kita bertanya, bukan hanya dengan nalar, tetapi dengan jiwa yang terluka:

Mengapa Israel tidak tumbang meski telah menumpahkan darah begitu banyak?

Mengapa negara-negara Barat yang mengklaim demokrasi justru menjadi ruang produksi kejahatan perang terbesar?

Mengapa hukum internasional hanya menjadi buku tebal yang tak mampu menghentikan satu pun pembantaian?

Mengapa negara-negara Arab lebih banyak bernegosiasi dengan rasa takut daripada keberanian?

Dan pertanyaan itu semakin tajam ketika diarahkan ke tanah air kita:

Apakah Prabowo Subianto, selaku Presiden Republik Indonesia, akan terus hanya menjadi mediator moral?
Apakah Indonesia sekadar menyampaikan seruan diplomatik sementara veto Amerika menghancurkan seluruh upaya damai?

Atau sebenarnya, kita tengah berada dalam skenario Ilahi yang jauh lebih besar dari sekadar kemampuan politik manusia untuk memahami?

Panggung Besar yang Digerakkan oleh Tangan Yang Maha Kuasa

Al-Qur’an menegaskan bahwa peradaban bukan monumen tetap. Ia berputar, berganti wajah, dan berubah pemilik. Tidak ada rezim yang kekal, tidak ada kekuasaan yang abadi. Allah berfirman:
وَتِلْكَ الْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ
“Dan hari-hari (kejayaan dan kekuasaan) itu Kami pergilirkan di antara manusia.”(QS. Ali Imran: 140)

Ayat ini adalah kunci sejarah. Ia mengabarkan bahwa Israel, sekuat apa pun tampaknya, bukanlah puncak. Mereka hanya sedang menempati fase yang Allah putarkan, fase yang mengandung ujian, penyingkapan, dan isyarat.

Namun nurani kita tetap bertanya, Jika Allah Yang Maha Perkasa membenci kezaliman, mengapa kaum zalim itu dibiarkan berjaya?
Mengapa langit tampak senyap ketika bumi dipenuhi darah?

Allah menjawab kegelisahan itu:
وَلَا تَحْسَبَنَّ اللَّهَ غَافِلًا عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ
“Jangan sekali-kali engkau mengira Allah lalai terhadap apa yang dilakukan oleh orang-orang zalim.”
(QS. Ibrahim: 42)

Diamnya Allah bukanlah kelalaian.
Diam-Nya adalah bagian dari strategi langit, seni Ilahi dalam menyusun sejarah sehingga manusia tersaring, mana yang pasif, mana yang manipulatif, mana yang beriman, mana yang munafik.

Kemunafikan Barat Sebagai Drama Hitam-Putih Yang Sudah Terhafal

Dunia Barat berbicara tentang demokrasi, kebebasan, HAM, tapi tangan mereka berlumur darah anak-anak Gaza. Amerika memveto hampir setiap resolusi penghentian perang. Inggris memasok senjata paling mematikan. Jerman berdiri sebagai pengacara setia Israel. Perancis bahkan melarang demonstrasi pro-Palestina dengan dalih keamanan.

Pertanyaan yang layak menggoncang kursi kekuasaan dunia, Di mana moralitas Barat ketika napas terakhir seorang bayi Palestina terputus di bawah reruntuhan bangunan?

HAM apakah yang mereka kumandangkan bila ia mati di hadapan nisan kecil? , Apakah demokrasi berarti kebebasan membunuh selama pelakunya adalah sekutu?

Peradaban Barat sedang ditelanjangi oleh sejarah. Dan Al-Qur’an telah menyatakan:
يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ
“Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati.”(QS. Ar-Rum: 19)

Dari kematian moral Barat, Allah sedang menumbuhkan kesadaran global baru. Bahwa dunia membutuhkan tatanan baru yang lebih adil, lebih manusiawi, lebih spiritual.

Dunia Arab Diam yang Mengguncang Langit

Kita tidak boleh menutup mata bahwa sebagian negara Arab memilih realistis. Realistis dalam arti takut, terikat, atau terbelenggu kepentingan politik dan ekonomi global.

Namun pertanyaan pedih itu tak bisa dibungkam. Apakah dunia Arab telah kehilangan keberanian sejarahnya?
Apakah kita sedang menyaksikan era ketika rakyat Palestina berjuang sendirian, sementara saudara-saudaranya sibuk mengamankan istana dan minyaknya?

Meski demikian, Allah sering kali menundukkan kekuatan besar untuk membuktikan bahwa, kemenangan bukan milik negara,bukan milik kerajaan,bukan milik aliansi politik,melainkan milik rakyat tertindas yang berpegang pada kebenaran.Inilah rahasia firman Allah:
إِنَّ اللَّهَ يُدَافِعُ عَنِ الَّذِينَ آمَنُوا
“Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang beriman.”
(QS. Al-Hajj: 38)

Palestina Bangsa Paling Terluka Namun Paling Menang Secara Spiritual

Tidak ada bangsa modern yang diuji sebagaimana Palestina. Namun justru dari luka merekalah muncul cahaya keyakinan yang mengguncang dunia.

Seorang ibu memeluk jenazah anaknya sambil berkata: “Ini tandanya Allah memilihnya lebih dulu.”

Seorang ayah meratapi rumahnya yang hancur sambil mengucap:
« حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ »
“Cukuplah Allah sebagai Penolong kami, dan Dia sebaik-baik Pelindung.”

Seorang anak yatim yang kakinya terputus masih mampu berkata dengan dewasa: “Aku tidak takut mati, aku hanya takut lupa shalat.”

Di manakah dunia pernah melihat kekuatan spiritual seperti ini?. Mereka berdiri di atas tanah yang Allah sebut sebagai tanah penuh keberkahan:
الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ
“(Tanah) yang Kami berkahi di sekelilingnya.”
(QS. Al-Isra’: 1)

Palestina bukan sekadar tanah.
Ia adalah madrasah sabar, universitas keteguhan, dan kiblat perjuangan kemanusiaan.

Kekuatan Israel , Kekuatan Sementara Atau Istidraj?”

Kita harus melihat kekuatan Israel dari perspektif teologi sejarah.
Kekuasaan besar yang berdiri di atas dosa bukan kekuasaan berkah, melainkan istidrāj. Rasulullah SAW. bersabda:
إِذَا رَأَيْتَ اللَّهَ يُعْطِي الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا عَلَى مَعَاصِيهِ مَا يُحِبُّ، فَإِنَّمَا هُوَ اسْتِدْرَاجٌ
“Jika engkau melihat Allah memberi seseorang kenikmatan dunia sementara ia terus bermaksiat, itu adalah istidrāj.”

Artinya, Allah sedang menunda hukuman, agar mereka semakin jauh dalam kesombongan, hingga hancur dalam puncak arogansi sendiri.

Inilah yang menanti Israel.
Mereka tidak kuat, mereka hanya dibiarkan kuat. Mereka tidak menang, mereka hanya dipersilakan menang sementara.

Politik Global, Bising di Permukaan Kosong di Dalam

Di permukaan, dunia tampak heboh.
Amerika berpura-pura sebagai penengah, padahal ia adalah sponsor perang. Uni Eropa mengeluh tentang keamanan Israel, tapi diam tentang hak hidup Palestina.

Cina dan Rusia memainkan diplomasi dua wajah.Negara Arab sibuk melakukan kalkulasi kursi kekuasaan.Namun di atas seluruh panggung itu, Allah-lah yang mengatur:
وَمَكَرُوا وَمَكَرَ اللَّهُ، وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ
“Mereka membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya itu, dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.”(QS. Ali Imran: 54)

Tidak ada satupun strategi intelijen, aliansi militer, atau veto politik yang dapat mengalahkan perintah-Nya. Allah bahkan berfirman:
وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا
“Tidaklah sehelai daun pun gugur melainkan Dia mengetahuinya.”
(QS. Al-An’am: 59)

Jika Allah tahu daun yang gugur,
maka Ia tentu tahu setiap air mata yang jatuh dari mata anak Gaza.

Dipihak Manakah Manusia Berdiri ?

Inilah pertanyaan yang menentukan martabat manusia.

Apakah kita sekadar simpatisan atau benar-benar pembela kebenaran Apakah kita hanya berdoa tanpa bergerak, atau bergerak tanpa takut? Apakah kita umat yang memegang amanah atau hanya pengulang retorika kosong?
Rasulullah SAW. bersabda:
لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِينَ…
“Akan selalu ada sekelompok dari umatku yang tampil di atas kebenaran…”

Mungkin itu rakyat Palestina.Mungkin itu aktivis kemanusiaan.Mungkin itu bangsa-bangsa kecil yang berani menentang veto.Mungkin juga kita,jika kita punya keberanian moral.

Indonesia dan Prabowo, Harapan Baru di Persimpangan Sejarah

Sebagai negara Muslim terbesar di dunia, Indonesia telah lama berdiri bersama Palestina. Namun kini, dunia menatap Indonesia dengan harapan baru.

Dengan presiden baru, Prabowo Subianto, akankah suara Indonesia menjadi lebih keras? Lebih berani? Lebih memimpin?

Kita memohon sekaligus berharap, , Semoga Presiden Prabowo Subianto mampu memainkan peran strategisnya sebagai pemimpin bangsa besar ini dalam menghentikan kebiadaban Israel.
Semoga Allah memberinya keberanian moral, kecerdasan diplomatik, dan kekuatan politik untuk memimpin blok global yang menuntut keadilan atas genosida yang sedang berlangsung.

Semoga Indonesia menjadi suara dunia yang tak bisa dibungkam. Karena bangsa besar tidak diukur dari ekonominya,tetapi dari keberaniannya membela kemanusiaan.

Allah Belum Menyelaraskan Akhir Cerita

Perang ini belum selesai. Bukan karena diplomasi gagal. Bukan karena hukum internasional lumpuh. Bukan karena Israel terlalu kuat.Tetapi karena Allah belum menutup bab ini.

Selama masih ada ibu yang berbisik “Hasbunallah”…Selama masih ada anak yang tersenyum di bawah langit merah perang…Selama masih ada doa yang menembus atmosfer dan mengetuk pintu Langit Ketujuh.Maka bab ini tetap terbuka. Dan ketika waktu-Nya tiba, sejarah akan mencatat dengan tinta emas, bahwa kekuatan bukanlah senjata, bahwa kemenangan tidak tunduk pada veto, bahwa kebenaran tidak mati oleh propaganda.

Akhirnya, semua kembali kepada firman Allah:
وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ
“Kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa.”(QS. Al-A’raf: 128)

Israel boleh menang di layar televisi.
Tetapi Palestina telah menang di hati langit. Dan kelak, dunia akan menyaksikan bahwa tidak ada kekuasaan yang abadi kecuali kekuasaan Allah, dan tidak ada skenario yang lebih sempurna
selain skenario Tuhan.

#Wallahu A’lam Bis-Shawab

Facebook Comments Box