My Esti Bicara Krisis Literasi Digital di Indonesia: Bahaya Judol dan Pinjol Seret Anak SMP dengan Lemahnya Pengawasan Kita…
JAKARTA – Wakil Ketua Komisi X DPR RI MY Esti Wijayanti ikut menyoroti fenomena semakin maraknya kasus anak sekolah yang terjerat kasus judi online (judol). Esti menilai, hal ini merupakan tanda krisis literasi digital dan lemahnya pengawasan sosial di tengah derasnya arus digitalisasi.
“Ketika anak SMP sudah mengenal dan terjerat judol dan pinjol (pinjaman online), itu berarti ada yang sangat keliru dalam cara kita mendidik dan membimbing generasi muda,” kata Esti seperti diterima wartawan, Jakarta, Kamis (30/10/2025).
Fenomena tersebut kembali menjadi sorotan setelah kasus siswa SMP di Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mencuat ke publik. Siswa tersebut terjerat pinjaman online demi membiayai kecanduan berjudi, hingga akhirnya absen sebulan dari sekolah karena merasa malu.
“Kasus di Kulon Progo harus menjadi contoh tentang benteng pendidikan dan keluarga kita yang mulai rapuh menghadapi tantangan dunia digital,” tutur Legislator dari Dapil DIY itu.
Berdasarkan data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada tahun 2024, tercatat lebih dari 197 ribu anak terlibat dalam praktik judi online. Sementara data Kejaksaan Agung hingga 12 September 2025 menunjukkan pelaku judi daring berasal dari berbagai lapisan masyarakat, termasuk pelajar sekolah dasar.
Esti menilai, keterlibatan anak-anak dalam praktik judol tidak bisa hanya dilihat sebagai kegagalan moral individu, melainkan konsekuensi dari sistem pendidikan yang belum adaptif terhadap perubahan zaman. “Saat ini sekolah masih sibuk menyiapkan anak untuk ujian, bukan untuk bertahan di dunia digital yang penuh jebakan algoritma dan komersialisasi perilaku,” ujarnya.
Menurutnya, literasi digital yang diajarkan di sekolah masih bersifat teoritis dan belum menyentuh akar persoalan. Anak-anak perlu dididik agar mampu mengenali pola manipulatif di platform digital serta memahami risiko finansial dan psikologis yang menyertainya.
“Negara harus mengakui bahwa literasi digital bukan sekadar kemampuan memakai gawai, tetapi kemampuan membaca bahaya di balik layar. Menanamkan kontrol diri dan kesadaran digital sejak dini penting dilakukan untuk mengantisipasi krisis karakter nasional di masa depan,” sebut politisi Fraksi PDI Perjuangan itu dalam pernyataan resminya.