Praktisi Hukum Andrianus Agal Nlai Keputusan Komisi Sidang Etik Polri Pecat Kompol Kosmas Tidak Adil: Cukup Sanksi Adminstrasi

JAKARTA – Praktisi Hukum Andrianus Agal, SH, MHum menilai keputusan Komisi Sidang Etik Polri atas pemecatan Komandan Batalyon (Danyon) Resimen IV Korps Brimob (Korbrimob) Kompol Kosmas K Gae tidak adil. Menurut Agal, pemecatan Kosmas saat menjalankan tugas negara tak memenuhi unsur kemanusiaan. layak tidak pecat.
Agal menjelaskan, Kosmas tak layak dipecat jika dilihat dari unsur hukumnya. Sementara sanksi yang layak diberikan oleh Kosmas adalah pemberian sanksi tegas berupa sanksi administrasi saja. Bagi Agal, sanksi administrasi yang layak diterima oleh Kosmas.
“Kita sepakat Pak Kosmas diberikan sanksi administrasi saja. Namun, saat diberikan pemecataan hal itu tak adil diterima oleh Pak Kosmas. Masa orang menjalankan tugas, apalagi jika ditilik seccara seksama ini berupa kecelakaan tanpa sengaja,” kata Agal kepada wartawan, Jakarta, Jumat (5/9/2025).
Sebagai informasi, Kosmas dipecat buntut pengemudi ojek online (ojol) atas nama Affan Kurniawan yang tewas dilindas kendaraan taktis (rantis) milik Brimob beberapa waktu lalu. Atas kejadian itu, Polri menjatuhkan sanksi pemecatan terhadap Kompol Kosmas usai sidang digelar di Gedung TNCC Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (3/9/2025) kemarin.
Pada kesempatan itu, Kosmas mengaku mengetahui Affan terlindas dari video viral di media sosial (Medsos). Ada tujuh anggota Brimob yang berada dalam rantis yang melindas Affan dengan dua kategori pelanggaran, yakni kategori berat dan sedang. Kosmas yang duduk disebelah sopir Bripka Rohmat mendapatkan hukuman etik berat berbuntut pemecatan.
Tugas dan Nurani
Agal yang juga Ketua Umum DPP Garnas MKGR ini menjelaskan, Kosmas merupakan korban dari ketidakadilan yang sedang berlangsung di negeri ini. Di mana panggilan tugas dan nurani jalan beriringan saat menjalankan tugas negara.
“Sebenarnya Almarhum Affan Kurninawan dan Pak Kosmas sama menjadi korban ketidakadilan yang dipertontonkan di negeri ini. Di mana keduanya menjadi simbol tragedi yang memilukan yang kerap terjadi antara tugas dan nurani. Dan keduanya, antara tugas dan nurani berhadap-hadapan, bahkan berbenturan,” terang Agal.
Putra kelahiran Nusa Tenggara Timur ini menyampaikan, sejatinya pengambilan keputusan terkait persoalan pelit seperti ini tak hanya mempertimbangkan satu unsur. Namun, lanjutnya, Komisi Etik Polri perlu juga mempertimbangkan sejumlah aspek seperti sisi kemanusiaan, rasa tanggung jawab, menyelamatkan nyawa hingga membela diri.
“Sebagai komandan Batalyon, Pak Kosmas bertugas pasti dengan penuh rasa tanggung jawab dan penuh kasih.Tapi, saat bersamaan, pada situasi genting seperti itu di tengah ribuan massa mulai melakukan tindakan anarkis yang bisa membahayakan nyawa. Maka Keputusan yang diambil Pak Kosmas ternyata berujung tragis dan membahayakan diri, negara dan keluarganya. Saat benar-benar dipecat, maka siapa yang bertanggungjawab atas keputusannya saat genting itu? Terus kita hanya diam melihat ketidakadilan ini? Pak Kosmas juga manusia biasa yang perlu juga dibela hak-hak kemanusiaanya tanpa melihat statusnya yang sedang menimpanya,” papar Agal yang terdengar suara berat keluar dari mulutnya, sesekali mengusap air matanya.
Ia mengaku sangat emosional melihat kondisi Kosmas, sama sedihnya saat melihat keluarga besar AffanKurniawan yang terlindas kendaraan taktis. Agal tak ingin, ada korban ketidakadilan yang menimpa anak negeri saat bersamaan ingin menyelamatkan nyawanya.
“Saya mau tanya, saat kondisi kita sama dengan Pak Kosmas, apabila kita mengambil keputusan berat yang berujung tradis seperti ini? Apa kita bisa disebut salah dihadapan hukum demi menyelamatkan nyawa kami? Dan hukum itu, tegak lurus membela pemilik nurani keadilan,” tegas Agal.
Untuk itu, ia mengajak Pimpinan Kepolisian Republik Indonesia mengevaluasi kembali keputusan Komisi Etik Polri yang memecat Kosmas. Bagi Agal, Kosmas bersama timnya telah melaksanakan tugasnya dengan baik dan benar dalam melindungi rakyat.
“Keputusan ini perlu timbang ulang. Sebab, Pak Kosmas bersama timnya telah melaksanakan tugasnya dengan niat baik untuk melindungi masyarakat serta menjaga keamanan saat demo. Tentu, saat situasi chaos seperti itu kan, kadang keputusan yang diambil pasti penuh dengan emosi bahkan tekanan sehingga perlu pertimbangan matang,” ujar Agal.
“Atas kejadian ini, kita perlu merenung kembali, melihat persoalan ini dengan hati-hati. Jangan sampai keputusan hukum dengan memecat seseorang berbuah kesalahan yang berefek pada supremasi hukum di Indonesia. Perlu ada cara lain agar Pak Kosmas dan tim dibina kembali agar ke depannya lembaga kepolisian lebih baik lagi demi keadilan yang sebenar terus tegak di negeri ini,” tutup Agal.