Beralih ke TV Digital, Pemaksaan Halus Berkedok Kebijakan

 Beralih ke TV Digital, Pemaksaan Halus Berkedok Kebijakan

Keputusan pemerintah yang mengharuskan masyarakat beralih dari siaran tv analog ke siaran tv digital menjadi polemik yang cukup hangat di ruang publik, dibandingkan anjuran, kebijakan pemerintah dalam masalah ini bersifat paksaan, khususnya paling dirasakan oleh warga Jabodetabek yang siaran tv manual secara resmi telah dimatikan oleh pemerintah, akibatnya warga Jabodetabek tidak bisa lagi menikmati siaran tv manual, mau tidak mau mereka harus beralih ke siaran tv digital.

Banyak pihak yang masih mempertanyakan motif dibalik kebijakan pemerintah ini, apakah benar dalam rangka mempercepat digitalisasi di tengah masyarakat atau justru ada motif tersembunyi dibalik kebijakan ini. Spekulasi yang mengandung nada curiga tersebut cukup beralasan mengingat sejauh ini alasan yang diberikan pemerintah nampak tidak memiliki basis argumentasi yang kuat, di sisi lain masyarakat sebagai penikmat tv analog akan terus mempertanyakan kebijakan ini sepanjang mereka tidak menjumpai alasan yang layak diterima akal sehat.

Dari sisi hukum, pemerintah berdalih bahwa mengharuskan masyarakat untuk meninggalkan tv analog lalu beralih ke siaran tv digital merupakan tindak lanjut dari penerapan omnibus law cipta kerja, dasar alasan ini terlihat lemah mengingat telah dilakukan judicial review terhadap Undang-Undang Cipta Kerja yang kemudian dikabulkan Mahkamah Kontitusi, MK dalam putusannya menyeru pemerintah untuk tidak membuat kebijakan strategis yang berdampak luas kepada masyarakat sebelum dilakukan revisi terhadap Undang-Undang Cipta kerja. Hal ini menegaskan bahwa tidak diperkenankan membuat kebijakan yang diturunkan dari omnibus law sebelum dilakukan revisi terhadap omnibus law cipta kerja.

Pada saat yang sama kebijakan perubahan dari analog ke tv digital juga menghilangkan hak masyarakat untuk mengakses informasi, khusunya masyarakat di daerah perkampungan yang selama ini masih mengandalkan tv analog untuk mengakses informasi, mereka pada dasarnya belum siap beralih ke tv digital, beralih ke tv digital mengharuskan mereka mengeluarkan ongkos tambahan untuk membeli set top box (STB) agar tv yang digunakan bisa mengakses siaran digital, memaksa masyarakat untuk mengeluarkan biaya tambahan hanya untuk menonton siaran digital tentu bukan tindakan bijak di tengah situasi ekonomi masyarakat yang belum pulih akibat dampak pandemi covid-19. Malangnya, jika dicek di lapangan sejak pemerintah mengumumkan peralihan dari tv analog ke tv digital, maka sejak itu pula harga set top box di pasaran melambung tinggi, situasi ini semakin membebani masyarakat secara ekonomi.

Jika motifnya untuk mempercepat digitalisasi, maka semestinya yang perlu dilakukan adalah pemerintah terlebih dahulu mengevaluasi kebijakan digitalisasi, masih ada pekerjaan rumah yang penting dituntaskan sebelum memaksa secara halus masyarakat berpindah ke siaran digital, misalnya literasi digital, sejauh mana tingkat literasi digital masyarakat kita, bagian ini butuh perhatian serius, tanpa pemahaman yang baik terhadap literasi digital maka masyarakat justru rawan menjadi korban digitalisasi.

Penulis: Zaenal Abidin Riam, Pengamat Kebijakan Publik/Koordinator Presidium Demokrasiana Institute

Berita Terkait