Petani Tolak Pabrik Gula Ditutup Pemerintah, Politisi Golkar Ini Beri Solusi

 Petani Tolak Pabrik Gula Ditutup Pemerintah, Politisi Golkar Ini Beri Solusi

Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Golkar Endang Srikarti Handayani saat membantu panitia Pasar Murah melayani pembeli

JAKARTA, Lintasparlemen.com – Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Endang Srikarti Handayani mengaku sangat prihatin terkait rencana pemerintah yang menginginkan agar pabrik gula di sejumlah daerah di tanah air segera akan ditutup.

Menurut Endang, upaya pemerintah melakukan penutupan terhadap sejumlah pabrik gula itu sangat mengherankan. Karena selama ini Indonesia sangat terkenal dengan produktifitas gula yang melimpah. Seharusnya, potensi yang masih ada itu dikembangkan dan didukung, bukan dimatikan.

“Dari rencana pemerintah untuk menutup pablik gula itu, saya sangat prihatin. Padahal produksi gula di dalam negeri diharapkan bagi petani untuk menghidupi keluarga dan menyekolahkan anak-anak mereka,” kata Endang pada lintasparlemen.com, Jakarta, Kamis (19/1/2017).

Sebagai informasi, adalah pabrik gula yang akan diberhentikan produksinya yakni Pabrik Gula Kanigoro, Pabrik Gula Rejosari, dan Pabrik Gula Purwodadi di Madiun. Pabrik Gula Toelangan dan Pabrik Gula Watotoelis di Sidoarjo, Pabrik Gula Meritjan di Kediri, Pabrik Gula Wringinanom, Pabrik Gula Pandjie dan Pabrik Gula Olean di Situbundo, dan Pabrik Gula Gondang Baru di Klaten.

Politisi asal Dapil Jawa Tengah V ini menyayangkan peran pemerintah Indonesia dalam mengembangkan potensi produktifitas gula di dalam negeri secara. Padahal, potensinya masih baik. Namun produksi gula tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya.

“Waktu saya kecil, keluarga saya sangat membanggakan gula Indonesia sebagai tulang punggung penghasil utama dari produksi gula yang tinggi. Tapi sekarang, saat saya menjadi wakil rakyat, saya sedih, harapan rakyat menjadi petani pupus karena mau ditutup semua,” terang Endang.

Karena itu, ia mengusulkan kepada pemerintah agar bisa bekerjasama dengan perusahaan swasta untuk mampu menghidupkan kembali pekerjaan petani tebu, tidak dengan cara dimatikan karena tebu adalah tulang punggu keluarga mereka.

“Sebaiknya (pemerintah, red) kita bisa bekerjasama dengan perusahaan swasta untuk menghidupkan kembali gairah atau semangat petani tebu dengan metode berbeda, tentu hasilnya pasti berbeda. Kasihan mereka dan sangat wajar mereka menolak upaya pemerintah menutup pabrik-pabrik gula itu,” pungkasnya. (HMS)

Berita Terkait